Tiga Kekuatan di Jatim Siap Lawan, Jika Eksekusi Rumah di Jl Sutomo No. 55 Surabaya Dilakukan
SURABAYA, iNFONews.ID - Rencana, akan kembali dilakukan eksekusi yang sebelumnya batal rumah di Jalan Dr. Sutomo No. 55 Surabaya yang dijadwalkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, menuai protes. Rencana perlawanan muncul jika itu dipaksakan, tak hanya kekuatan massa, jalur hukum juga dilakukan.
Mematangkan itu, tiga kekuatan yakni MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Jawa Timur, GRIB Jaya (Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu), dan Cobra 08, siap menghadang menolak dan menggagalkan. Alasannya, obyek sengketa ada pemilik yang sah, dan pihak-pihak lain yang muncul tidak memiliki keabsahan, bahkan disebut sengaja 'bermain' dengan berbagai jurus.
""Ini bukan sekadar soal rumah, ini adalah simbol perlawanan rakyat terhadap mafia tanah dan mafia hukum. Bila negara tunduk pada kekuatan surat palsu, maka keadilan benar-benar sudah mati," ujar Akhmad Miftachul Ulum, Ketua DPD GRIB JAYA Jatim, Senin (16/6/2025).
Lanjut Ulum, pihaknya bersama dua organisasi lain telah mengumpulkan banyak bukti untuk melaporkan indikasi pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
“Kami tidak main-main. Selain melaporkan hal ini ke Mabes Polri, kami juga minta perlindungan hukum Komnas HAM,” tambahnya.
Koordinator Wilayah MAKI Jatim, Heru Satrio tak kalah lantang, tak hanya menentang eksekusi yang disebutkan sarat permainan buruk. Dia juga menyebut nama tim hukum di pihak sana yang menjadi target dirinya.
"Kita tegaskan, MAKI Jatim tak hanya menolak aksi eksekusi yang tidak memiliki dasar itu. Saya sendiri juga yang akan mencari nama itu," tegas Heru Satrio, sambil menyebut nama seseorang yang dianggap berperan mengatur dan memaksakan rencana eksekusi.
Heru juga menyampaikan, tim advokasi MAKI juga telah bersurat ke
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, dan akan turun sebagai desakan publik untuk memastikan proses hukum berjalan di atas prinsip keadilan, bukan kekuasaan uang dan koneksi.
Sebelumnya, dr David, membeber sejarah panjang terkait rencana eksekusi. Dia menegaskan banyak kejanggalan dan permainan. Dan, itu sebabnya dia ikut bergerak, bergandengan dengan elemen yang ada untuk melawan. Yang dilakukan bukan aksi premanisme, tetapi melawan tindakan sewenang-wenang, dan merampas hak orang lain.
"Saya tidak ingin disebut preman, tegas saya katakan dan catat, kita bukan preman, kita tidak anarkis, kita membela orang yang ditindas dengan kesewenang-wenangan. Ironisnya, dilakukan dengan berbagai rekayasa, kecurangan dan permainan hukum. Ini pemilik obyek rumah itu, Pak Puji. Kalau mereka mau menyadari dan meminta maaf atas kelakuan dan kesalahannya, kita akan meminta Pak Puji untuk memaafkan, tidak harus diperkarakan," tegasnya.
Pertemuan malam itu selain dihadiri elemen-elemen pendukung, tokoh organisasi juga dihadiri puluhan wartawan, dan sebelum berakhir diisi dengan tanya jawab, seputar sejarah kepemilikan kemudian berlanjut munculnya sejumlah nama dengan berbagai latar belakang cerita dan sepak terjangnya, hingga muncul jadwal eksekusi yang batal dan jalur perlawanan yang terus digaungkan. (inf/dji/red)
Editor : Tudji Martudji