Ada Penghilangan Kader NU Secara Sistematis di Pencapresan 2024
Khalilurahman R Abdullah Sahlawy dan Kyai Zulkarnaen saat memberikan keterangan kepada wartawan (Foto: IN/tudji)
INFOnews.id | Surabaya - Semua tahu, warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin memiliki jumlah yang signifikan di Indonesia. Warga Negara Indonesia (WNI) yang berafiliasi dengan ormas Nahdlatul Ulama (NU) mendominasi secara sosial dan politik.
Dikutip dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) sebanyak 49,5 persen dari total 87,8 persen warga muslim di Indonesia menyatakan sebagai warga NU. Sementara itu, Survei Avara Research Consulting (ARC) menyebut 58,8 persen muslim di perkotaan adalah Nahdliyin.
"Namun hari ini besarnya jumlah warga NU tidak berbanding linear dengan posisi politik NU dalam kancah politik nasional. Hal itu bisa dilihat dari sejumlah nama yang mengerucut sebagai calon pemimpin nasional tidak ada yang merepresentasikan kader NU. Baik untuk RI 1 mau pun RI 2," kata Kordinator Aksi, Khalilurahman R Abdullah Sahlawy, kepada wartawan di Surabaya, Kamis (4/5/2023).
Kemudian, diungkapkan, jika mencermati nama-nama kandidat capres dan cawapres yang beredar saat ini, tidak ada yang merepresentasikan kader NU, dia pun mengaku kaget.
Terkait itulah, pihaknya kemudian melakukan aksi damai ke kantor PWNU Jatim guna menyampaikan aspirasi Nahdliyin di Jawa Timur. Ra Lilur -sapaan Khalilurahman R Abdullah Sahlawy- menjelaskan, bangsa ini dibangun dari dua kekuatan besar, yakni kaum Nasionalis dan Nahdliyin.
"Karena itu, jika capresnya berasal dari kalangan Nasionalis, maka sepatutnya wapresnya dari kalangan Nahdliyin," katanya.
Ditegaskan, jika di kontestasi pilpres kali ini tidak muncul bakal calon dari Nahdliyin, dirinya juga mengaku sangat janggal.
"Kalau kita melihat konstelasi politik saat ini, belum ada kader NU yang di-plot sebagai capres ataupun cawapres. Padahal NU meluber kader yang mumpuni dan yang jelas proses kaderisasinya di NU, cukup banyak," tegasnya.
Ra Lilur menyebut sejumlah nama kader NU yang layak menjadi cawapres. Mereka adalah Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, Muhaimin Iskandar, KH. Said Aqil Siradj, KH. Miftachul Akhyar, KH. Yahya Cholil Staquf, Yenny Wahid, Saifullah Yusuf, Ali Maskur Musa, Kyai Said Aqil Siraj, Habib Lutfi, Taj Yasin dan Emil Dardak.
Namun, lanjut Ra Lilur nama-nama cawapres potensial dari NU itu terdegradasi oleh lembaga survei yang menempatkan posisi mereka diurutan bawah.
"Saya sangat heran, ini aneh, kenapa bisa begitu," ungkapnya.
Padahal faktanya, secara prestasi dan popularitas mereka ini di atas rata-rata nama-nama yang unggul dalam survey. Bahkan memiliki jejak rekam panjang dalam karir politik nasional.
Selain itu masing-masing tokoh tersebut juga memiliki gerbong pendukung yang besar dan militan.
"Mereka ini lah yang layak mewakili Nahdliyin di Nusantara. Mereka lah sejatinya representasi dari kader NU tulen. Ini lah yang diperjuangkan Nusa Bangsa di Jawa Timur. Kami yakin gerakan ini akan menjadi bola salju diikuti oleh nahdliyin di provinsi lain," tambahnya.
Di tempat yang sama, Kyai Zulkarnaen, ulama dari Banyuwangi ini menyampaikan bahwa NU bukan tim sepakbola, tidak perlu mendatangkan naturalisasi. Dan, dirinya juga menegaskan kalau NU bukan pasar modal yang mendatangkan para pemodal.
"Nusa Bangsa memulai aspirasi ini dari Jawa Timur, karena NU lahir dari Jawa Timur yang didirikan oleh para Kyai-Kyai sepuh, dan barang siapa yang distruktur PBNU hingga kebawah menjual NU dan agama maka kehancuran akan tiba untuknya," pungkasnya. (inf/rls/red)
Editor : Tudji Martudji