INFOnews.id I Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim membantah pembelajaran tatap muka (PTM) menyebabkan terjadinya klaster Covid-19.
Bantahan Nadiem seiring munculnya isu 2,8 persen sekolah telah menyebabkan terjadinya klaster. Dia mengklaim angka itu merupakan kumulatif selama masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Soal Lonjakan Covid-19 di Singapura, Dosen UNAIR Sebut Indonesia Perlu Waspada
Begitupula dengan angka laporan yang diperoleh dari sekolah, menurut dia hal itu belum tentu hanya berasal dari sekolah yang sudah menggelar PTM terbatas.
“Angka 2,8 persen satuan pendidikan walaupun itu sudah kecil tetapi itu pun data kumulatif bukan data per 1 bulan, jadi itu semua dari seluruh masa Covid ini bukan dari bulan terakhir dimana PTM terjadi,” kata Nadiem dalam Keterangan Pers secara virtual melalui Kanal YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Selasa (28/9/2021).
Terkait data riset Kemendikbud Ristek yang menyatakan belasan ribu siswa dan ribuan guru positif Covid-19. Tanggapan Nadiem, angka itu masih berupa data kasar dan memiliki banyak kesalahan atau eror.
Lantas, Nadiem menyontohkan banyak laporan mengenai jumlah positif Covid melampaui daripada jumlah murid-murid di sekolahnya.
Sehingga, Nadiem menyarankan untuk tetap fokus pada laporan yang ada, khususnya data Kementerian Kesehatan.
"Berfokus pada data yang ada, terutama data dari Kemenkes yang mendapatkan berbagai macam test result dan sampling," ucap Nadiem.
Tidak hanya Kemendikbud Ristek yang menampik PTM telah menyebabkan kluster, Menteri Kesehatan (Menkes) juga melakukan bantahan.
Baca juga: Siswi SMP Ini Menemukan Bakat Menggambarnya Saat Wabah Covid
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyatakan, justeru kasus Covid-19 di sekolah lebih sedikit. "Jadi kalau banyak yang kemarin diskusi atau beredar hoaks bahwa klaster (Covid-19) yang demikian banyak, sebenarnya enggak demikian," kata Budi dalam keterangannya.
Budi menjelaskan, pihaknya telah melakukan beberapa surveilans Covid-19 di sejumlah sekolah di Jakarta dan Semarang. Hasilnya, dari satu sekolah, 80-90 subyek dites Covid-19 menunjukan hasil yang beragam.
Menurutnya ada yang positif dan negatif. "Contoh kalau SDN Rawasari itu 30 orang di-swab, positif Covid-19 cuma satu orang, itu pasti itu bukan klaster, misalnya di bawah itu di Duren Sawit SMP PGRI dari 266 orang dites, 21 positif itu kemungkinan besar kalster," ungkap Menkes.
Serangan pandemi Covid-19 tidak mengharuskan PTM terbatas di sekolah selamanya ditunda. Menkes menilai, jika dilakukan penundaan dampak kerugiannya akan dirasakan dalam jangka waktu yang panjang.
Karenanya, Kemenkes akan melakukan advance surveilans untuk aktivitas tatap muka di sekolah. "Kita harus belajar hidup dengan ini, saya bicara dengan pak Nadiem (Mendikbudristek) ya ini normal kita harus belajar hidup dan kita tangani, jadi risk management-nya masih bagus, bukan kemudian kita takut menghindari karena kita pasti harus tetap belajar mengajar," ujar Menkes.
Baca juga: Gubernur Khofifah Ajak Kembali Pakai Masker dan Perketat Prokes
Berdasarkan data hasil survei Kemendikbud Ristek per 20 September 2021, tercatat ada 2,8 persen atau 1.296 dari 46.580 responden sekolah menjadi klaster Covid-19. Data yang sama juga memperlihatkan, 7.307 tenaga pendidik dan 15.429 siswa positif Covid-19.
Untuk itu, pihak Kemendikbud Ristek dan Kemenkes disebut akan melakukan kolaborasi dalam dua hal. Pertama ungkap Nadiem, sekolah mendukung random testing sampling.
Selain itu, Nadiem menyebut akan menutup sekolah apabila positivity ratenya mencapai lebih dari 5%.
Dengan demikian akan lebih valid dan tidak merugikan. "Integrasi Peduli Lindungi dan mengimplementasi program di sekolah," ungkapnya. (rya/red)
Editor : Rony