Siswi SMP Ini Menemukan Bakat Menggambarnya Saat Wabah Covid
INFOnews.id | Surabaya - Menggambar atau melukis tidak semudah yang dibayangkan orang. Butuh ketekunan dan kesabaran, setidaknya itu pandangan umum. Ada yang bilang skill menggambar merupakan bakat tapi ada juga yang menilai kemampuan itu bisa dilatih.
Dua-duanya mungkin benar. Menggambar bisa melalui banyak cara. Bisa dengan gambar tidak jelas, coretan sembarangan, atau cipratan cat tak bermakna bagi orang lain. Biasa disebut abstrak. Atau menggambar dengan obyek jelas atau realis. Dan tren menggambar mengalami perubahan selama bertahun-tahun.
Selain realisme dan abstrak, ada juga mengambil aliran kubisme hingga impresionisme. Cara mengekspresikan gambar pun bervariasi. Tergantung pikiran dan emosi pelukis atau seniman lukis itu sendiri.
Ada yang menggoreskan lukisannya dengan pensil grafit, krayon, pensil arang, ataupun kuas cat. Salah satu kegemaran menggambar inilah yang sekarang dilakukan siswa baru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Taman Pelajar Surabaya, Nagari Kanta Rafabli Indonesia.
Nesia, sapaannya, menceritakan mulai suka menggambar sejak masih duduk di bangku SD. Atau tepatnya saat wabah Covid-19 melanda Indonesia.
Saat itu semua siswa diwajibkan belajar dari rumah atau melalui daring. Oleh Nesia, kesempatan itu dimanfaatkan untuk belajar secara maksimal, di antaranya belajar cara menggambar dari internet.
"Selama Covid, belajarnya (menggambar) dari internet. Sampai sekarang kalau nganggur masih suka menggambar," kenangnya, Senin (24/7/2023).
Nesia sendiri mengaku suka menggambar gambar-gambar anime dan karikatur dari film Jepang. Dia berharap suatu hari bisa bikin komik sendiri.
"Penginnya bikin komik. Kayaknya asyik tuh," celetuknya agak malu-malu.
Selain itu, Nesia mengungkapkan selama ini dirinya sering berkomunikasi dengan teman-teman dari luar negeri. Menurutnya, banyak orang-orang menjual karya melalui sebuah aplikasi.
"Sejauh ini ada beberapa teman dari luar negeri yang menyarankan mengunggah gambar saya di aplikasi. Teman ini bilang saya disuruh bikin gambar bebas, bisa berupa anime atau logo-logo. Orang-orang luar negeri sangat menghargai sebuah karya," ungkapnya.
Namun demikian, Nesia belum kepikiran untuk menggambar dan menjual karyanya. Katanya, dia masih butuh banyak belajar.
"Ya masih banyak belajar. Pengin belajar dulu ke pelukis senior. Ini saja menggambar masih sekedar hobi. Nggak tahu kalau besok. Yang jelas sekarang tugas utama sekolah dulu," kata Nesia yang bercita-cita mengambil kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Unair.
Sementara Noviyanto Aji, sang ayah mengaku mendukung sepenuhnya hobi sang anak. Dia tidak melarang anaknya menyalurkan hobi selama tidak mengesampingkan pendidikan di sekolah.
"Ya kalau hobi, bebas saja tergantung anaknya suka apa. Kita sebagai orangtua hanya mendukung. Yang jelas jangan sampai melupakan tugas utama belajar," ujar Noviyanto.
Pria yang juga penulis buku ini semula kaget saat mengetahui bakat menggambar anaknya. Nesia, menurut Noviyanto, paling gemar menggambar anime dan karikatur Jepang. Terkadang saat menggambar sendirian, dia suka mendengarkan musik-musik.
"Nesia sering di kamar sendirian. Dia jarang keluar rumah atau bermain seperti anak-anak pada umumnya. Eh, tak tahunya dia menggambar. Kadang bisa sampai berjam-jam. Saya sempat kaget lihat gambarnya. Ini anak SD kok bisa menggambar sedemikian detil. Dia bilang belajar otodidak dari Youtube selama 2 tahun Covid," kata Noviyanto.
Karena penasaran dengan bakat gambar anaknya, Noviyanto sempat menanyakan ke para pelukis di Surabaya.
"Saya sebenarnya ragu anaknya saya bisa menggambar. Tapi kata teman pelukis saat saya tunjukkan gambaran si Nesia, mereka bilang anak tersebut punya bakat gambar. Katanya tidak mudah seorang anak menggambar seperti yang dilakukan Nesia. Bahkan sekalipun mencontek atau plagiat, tidak mudah menggambar seperti itu, bila tidak punya bakat," tandasnya.
Terakhir Noviyanto mengatakan, ada satu gambar corat coret Nesia yang menurutnya bagus dan akan dijadikan cover buku.
"Kebetulan saya lagi nulis novel. Saya melihat ada gambar corat coret Nesia, meskipun sederhana dan terkesan asal-asalan tapi cocok untuk dijadikan cover. Ya lihat saja nanti," ucap pria yang pernah menerbitkan novel berjudul 'Kitab Tertutup: Raja Dusta dan Dewi Kemunafikan' dengan cover yang diambil dari pelukis autis asal Surabaya.
Seniman teater asal Surabaya, Achmad Zainuri mengakui gambar Nesia memiliki karakter kuat. Gambar-gambarnya sesuai dengan gaya anak milenial.
"Gastroke (sapuannya) enak. Spontanitasnya kuat," ungkap pria yang juga penulis buku ini.
Zainuri menambahkan, anak-anak dalam menggambar ataupun melukis biasanya menyesuaikan dengan dunianya sendiri dan tema kekinian. Maka sangat relevan anak seusia Nesia gemar dengan hal-hal berbau komik.
"Temanya gambar komik. Gaul dan kekinian. Dengan sapuan goresan yang kuat sehingga penggunaan warna hitam putih jadi menonjolkan karakter yang dingin berwibawa. Jika bakatnya diolah dengan baik, dia bisa membuat komik. Itu bagus buat dia. Sekarang ini di Indonesia jarang ada komikus. Dulu ada A. Kosasih, dijuluki Bapak Komik Indonesia. Ada pula Ganes TH, pelopor komik wayang atau dikenal kemudian komikus cersil (cerita silat)," terangnya.
Sementara Pemerhati Pendidikan Anak, Isa Ansori mengatakan, bahwa pada diri setiap anak memiliki bakat dan keunikan tersendiri.
"Kalau menurut Hadist bahwa anak itu dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Setiap anak punya bakat dan keunikan, sehingga setiap anak adalah kekayaan yang berharga bagi orang tuanya. Maka, orangtua dan lingkungannya-lah yang akan membentuk kelak seperti apa anak anak tersebut," katanya.
Ditegaskan Isa, dengan bakat yang dimiliki setiap anak, tentu semua tergantung dari orangtua apakah mereka memahami atau tidak.
"Sayangnya seringkali orang tidak memahami kebutuhan anak dan seringkali juga memaksakan kehendaknya, Sehingga terpaksa harus mengikuti nasehat orangtua dengan mengorbankan apa yang sejatinya dia miliki," tuturnya.
Lanjut Isa, di kehidupan sekarang, sudah sepatutnya orangtua belajar memahami dan mengerti kebutuhan anak.
"Lebih banyak mendengar dan mengarahkan agar anak tidak salah jalan. Biarlah anak-anak berkembang dengan potensi yang dimiliki," ucap Isa Ansori. (inf/rls/red)
Editor : Tudji Martudji