Jumanto (Foto:IN/tudji)

INFOnews.id | Surabaya - Jumanto, Ketua Yayasan Konsultasi Bantuan Hukum Bela Keadilan (YKBH-BK), mengatakan akan melaporkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ke Mahkamah Agung (MA). Itu disampaikan, lantaran dirinya yang bertindak kuasa dari PT. Avila Prima Intra Makmur (APIM) dikecewakan oleh PN Surabaya.

Jumanto menceritakan, itu berawal saat dirinya mendatangi panitera PN Surabaya. "Siang tadi saya ke PN Surabaya, ke ruang panitera, itu terkait perkara PT APIM," kata Jumanto, Selasa (13/10/2020).

Detail diceritakan, usai diputus dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), PT APIM mengajukan peninjauan kembali (PK) ke PN Surabaya. Namun, pengajuan PK ditolak oleh oknum panitera PN Surabaya.

"Padahal, saat pertama saya menemui panitera, petugas itu sempat membuatkan tanda terima, namun kemudian diambil kembali. Itu terasa aneh dan janggal," terang Jumanto. 

Atas penolakan ini, Jumanto mengaku kesal dan tersinggung. Dan menduga ada 'permainan' yang sengaja dimainkan.

"Terus terang, saya sangat marah dengan perlakuan itu. Saya akan melaporkan PN Surabaya ke MA," ucap Jumanto, kembali menegaskan.

Jumanto, menceritakan awal terjadinya penolakan yang dilakukan oleh salah seorang oknum panitera PN Surabaya, karena ada dasarnya yakni buku pedoman penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU perkara niaga, buku ke-1 tahun 2020.

"Tetapi dia tidak disampaikan isi buku yang dijadikan dasar penolakannya tersebut, itu kan aneh," terangnya.

Masih kata Jumanto, yang membuat dirinya heran, sebuah pedoman dapat mengalahkan Yurisprudensi yang jelas-jelas sebuah undang-undang. Karena tidak perlu di uji materiil kan di MK.

"Ini kan aneh, apa ada sebuah pedoman dapat mengalahkan Yurisprudensia," jelasnya.

"Saya mensinyalir, ada sindikat atau mafia hukum yang luar biasa di PN Surabaya yang mesti diketahui oleh MA," lanjutnya. 

Jumanto menegaskan, pengajuan PK memiliki dasar Yurisprudensi. Karena pada tahun 2018 pernah dilakukan (pengajuan PK) di PN Surabaya dan di PN Makassar. Namun saat PT. APIM mengajukannya ditolak.

"Saat itu, saya sudah katakan kalau memang ditolak, tolong saya diberikan bukti surat penolakan (dari PN Surabaya), tapi tidak diberi," terangnya. 

Mengulangi kelimatnya, ia sempat diberi tanda terima oleh pegawai loket. Tapi kemudian diambil kembali oleh panitera.

"Awalnya saya dikasih saat mengajukan PK di loket pendaftaran. Tetapi, tanda terima itu diminta lagi sama panitera," kata Jumanto, sambil menunjukkan bukti foto surat tanda terima di handphone nya.

Kembali ditegaskan, mendapat perlakuan itu dirinya mengaku kesal dan sangat tidak puas dengan pelayanan di PN Surabaya. 

Dalam kisah itu, dia mengaku sempat berkomunikasi sekaligus  berkonsultasi dengan dua orang hakim.

"Maaf, saya tidak menyebutkan nama hakimnya. Kedua hakim itu menyampaikan hal yang sama, soal pengajuan PK PT. APIM, itu bisa dilakukan karena sudah memiliki Yurisprudensi," ujarnya.

Artinya, hal itu bisa diajukan. Karena seperti di Undang-undang Nomer 37 tahun 2004, pasal 225 tentang kepailitan, perkara PKPU tidak bisa dilakukan upaya hukum lain.

"Jadi ini sudah ada Yurisprudensinya. Seharusnya PN Surabaya wajib menerima perkara ini," kata Jumanto, menirukan kalimat kedua hakim di PN Surabaya, yang ditemui.

Terkait peristiwa yang dialami, Jumanto berharap PN Surabaya, selain dapat menerima pengajuan PK PT. APIM sebagaimana layaknya setiap warga negara mengajukan upaya hukum ke pengadilan. Jika tidak, dirinya akan menempuh cara prosedural.

"Saya berharap PN Surabaya dapat menerima pengajuan PK PT. APIM. Terkait dikabulkan atau tidaknya, kami serahkan ke majelis hakim Mahkamah Agung," tegasnya.

Masih menurut Jumanto, selain heran, dirinya menduga ada 'permainan' yang sengaja dimainkan untuk membuat perusahaan kliennya itu akan dipailitkan. Dan, menurutnya itu janggal, karena perusahaan tersebut masih sehat. Dan, hutang yang dimiliki tidak sebanding dengan aset yang dimiliki perusahaan.

Sementara, Martin Ginting, Humas PN Surabaya, saat di konfirmasi soal hal itu, terkait pengadilan yang menolak pengajuan perkara mengatakan, bahwa pengadilan tidak boleh menolaknya.

"Setiap perkara yang diajukan oleh warga negara wajib diterima oleh Pengadilan dan nanti hakim yang menentukan apakah dapat atau tidak dikabulkan," kata Martin. 

Saat ditanya terkait penolakan pengajuan PK PT. APIM oleh panitera PN Surabaya, sampai berita ini diturunkan, Martin Ginting belum memberikan jawaban. (tji)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru