Direktur SMRC, Sirojudin Abbas

INFONews.id | Sidoarjo - Dampak Covid-19, memburuknya situasi ekonomi nasional antara lain ditandai dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), disusul tutupnya sejumlah lembaga usaha. Sementara izin usaha di Indonesia dinilai publik masih saja sulit.

‘’Temuan survei SMRC, warga menilai izin usaha dan memperoleh modal usaha sulit. Bahkan sangat sulit. Karena itu saya kira, dibutuhkan terobosan regulasi dan konsistensi dalam pelaksanaannya, untuk mengatasi masalah ini,’’ kata Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas dalam paparannya hasil Surver SMRC bertajuk “RUU Cipta Kerja dan Ekonomi Pandemi: Opini Publik Nasional” 30 Juni 2020.

Survei ini dilakukan melalui wawancara per telepon pada 2003 responden di seluruh Indonesia (dengan margin of error 2,2%), 24-26 Juni 2020.

Temuan survei nasional SMRC antara lain menunjukkan, dari 22% warga yang pernah mengurus izin usaha, sekitar 53% menyatakan bahwa mengurus izin untuk mendirikan UKM sekarang ini sulit atau bahkan sangat sulit.

Sebanyak 48% warga menilai UKM sulit mendapatkan modal usaha. Juga dikeluhkan pelaku usaha dalam negeri, salah satu faktor penyebab Indonesia kurang menarik untuk investasi adalah soal perizinin yang berbelit dan sulit.

"Di dunia, peringkat kemudahan usaha Indonesia itu peringkat 73 dan nomor 6 di Asean. Kalau dilihat dari aspek ini, jelas kita sangat tidak kompetitif,’’ kata Abbas.

Lanjut Abas, jika masa new normal hendak dilihat sebagai jalan untuk bangkit secara perlahan, maka perhatian terhadap masalah ini menjadi sangat penting. Perhatian soal kemudahan perizinan, terutama harus didorong untuk membangkitkan sektor UMKM. Tentu, modal atau stimulus usaha juga harus dikuatkan.

‘’Kenapa UMKM, ya sederhana saja. Saat ini, sektor inilah yang sangat potensial menampung tenaga kerja paling besar. UMKM dan sektor informal termasuk yang merasakan pukulan keras pandemi Covid-19, tapi juga kemudian menjadi sandaran utama mayoritas warga,’’ terangnya.

Abbas menilai, UMKM dan sektor informal bisa menjadi faktor penentu kebangkitan ekonomi Indonesia. Namun, pemerintah harus tegas dalam soal kemudahan izin usaha dan perolehan modal usaha, khususnya bagi mereka pelaku UMKM.

Dia menyebut, hal itu mungkin layak dilihat sebagai jalan terang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menghindari resesi. Karena itu, harus didukung
inovasi perbaikan aturan. Kalau asumsi lahirnya RUU Ciptaker antara lain untuk memangkas birokrasi, memudahkan perizinan usaha kecil menengah dan mendorong sektor informal, maka RUU ini mendesak dirampungkan.

"RUU Cipta Kerja makin relevan. Tentu bukan hanya dalam konteks memudahkan perizinan usaha terutama bagi kelompok UMKM yang menyerap mayoritas angkatan kerja Indonesia. Dalam hal ini, pengesahannya mendesak agar Indonesia bisa mengatasi ancaman resesi serta mendorong kebangkitan ekonomi nasional pasca pandemi,’’ tambahnya.

Temuan survei SMRC memperlihatkan, dibandingkan tiga bulan lalu, jumlah warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha cenderung meningkat. Pada Maret 2020, warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha baru sekitar 34%. Sedangkan sekarang 53%.

Penilaian warga tentang kondisi mengurus izin mendirikan usaha yang sulit di atas konsisten dengan penilaian warga bahwa izin usaha di Indonesia termasuk yang paling sulit di antara negara-negara ASEAN (Asia Tenggara).

Sekitar 46% warga yang setuju bahwa izin usaha di Indonesia paling sulit di antara negara-negara ASEAN. Sebaliknya, yang tidak setuju lebih sedikit, yaitu 21%.

 "Tapi harus dicatat, sebulan terakhir ada peningkatan harapan warga terhadap kondisi ekonomi nasional. Pendapatan memang menurun karena Corona, tapi 49% warga optimistis kondisi ekonomi rumah tangganya akan lebih baik setelah wabah Covid-19 berakhir. Harapan inilah yang harus disambut dengan regulasi inovatif, dan ketegasan pemerintah dalam implementasinya," kata pengamat kebijakan publik lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat itu. (*)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru