Hukum Responsif

Reporter : Tudji Martudji

SURABAYA, INFONews.ID - Kusrin, empat puluhan tahunan, lulusan SD, mampu membuat TV rakitan. Malangnya petugas Kejaksaan Negeri Karanganyar, Jateng, membakar ratusan TV produksi Kusrin. Tentu hal ini memantik perasaan hati untuk tidak bisa menerima, karena tidak adil dan melanggar HAM.

Meskipun, penegak hukum memvonisnya malanggar Pasal 120 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Baca juga: Budaya Eskapis

Inilah contoh terjadinya "disharmoni" antara teknologi, ivovasi, ekonomi, dan hukum yang kehadirannya mengundang kontroversi, dan kumudian berkonflik dengan hukum dan kebijakan di negeri kita. Alih-alih dapat penghargaan atas inovasinya, Kusrin malah divonis karena melanggar hukum, dijatuhi hukuman 1,6 tahun

Baca juga: Zaman Edan: Ewuh Oyo ing Pambudi

Seharusnya, negeri tercinta ini, sudah bisa melaksanakan "hukum responsif". Hukum responsif adalah teori hukum yang menawarkan sesuatu lebih daripada sekedar keadilan prosedural, tetapi mampu berfingsi sekaligua fasilitator dari respons terhadap kebutuhan dan spirasi sosial. Hukum yang baik harus berkomprten dan juga adil. Hukum semacam itu seharusnya mampu mengenali keinginan publik dan berkomitment kuat bagi tercapainya "keadilan substantif'".

Baca juga: Raden Ajeng Kartini, Kantong Kebudayaan

Philippe Nonet dan Philip Selznick mengatakan bahwa tuntutan keadilan itu mengandung prinsip-prinsip universal: prinsip persamaan ("equality", "indiscriminative"), tidak pilih kasih ("nonfavoritism", "antinepotism"), tidak berpihak ("fairness", "impartial"), dan prinsip objektivitas (tidak subjektif). 

Editor : Tudji Martudji

Photo
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru