INFOnews.id | Sampang - MUNCULNYA aksi penolakan bisnis Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Kabupaten Sampang, Madura oleh Perkumpulan Nelayan Masyarakat se-Kecamatan Banyuates, adalah imbas dari realisasi industrialisasi.
Diketahui, mega-proyek Industrialisasi di Pulau Madura rupanya mulai didengungkan sejak tahun 1994. Tokoh sentralnya: BJ. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menristek.
Baca juga: Balap Liar di Torjunan Sampang Bikin Resah Warga
Namun, mega proyek senilai 400 juta dollar AS ini banyak ditentang oleh masyarakat Madura, sehingga sempat menghilang dari peredaran.
Belakangan, rencana menjadikan Madura sebagai Batam kedua, kembali mencuat pasca pengoperasian Jembatan Suramadu.
Baca juga: Basir Pj Kades Penyepen Bagi Takjil di Jalan Nasional Sampang-Bangkalan
Sampai di sini, munculah pertanyaan menarik terkait rencana mega-proyek ini: Kenapa pemerintah seakan “ngotot” ingin menjadikan Madura sebagai pulau industri?
Kenapa proyek tersebut tidak diterapkan di pulau-pulau lain yang jauh lebih subur? Kenapa pembangunan Jembatan Suramadu lebih didahulukan daripada Jembatan Selat Sunda atau Jembatan Ketapang-Gilimanuk? Padahal dua selat tersebut menghubungkan dua pulau yang lebih besar dan lebih ramai daripada selat Madura.
Baca juga: H Idi Borong Ribuan Takjil Milik Pedagang di Pinggir Jalan Raya
Sebenarnya apa yang “istimewa” dari Pulau Madura? Jawaban dari beberapa pertanyaan di atas sangat sederhana sekali; KARENA PULAU MADURA KAYA SUMBER MIGAS!!!
Fakta di Pulau Madura tersimpan kekayaan alam berupa Migas yang cukup besar, benar-benar nyata adanya. Sebagai bukti, sampai 2019, di sekeliling Madura sudah tercatat lebih dari 100 blok migas. Ini adalah jumlah yang jarang dimiliki oleh pulau-pulau lain di Nusantara. (Bkn/red)
Editor : Tudji Martudji