WARISAN GEOLOGI SEMBURAN LUMPUR GUNUNGANYAR SURABAYA
Oleh : Amien Widodo
Ada peraturan Presiden yang baru dan sangat menantang bagi setiap daerah yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2019 tentang Pengembangan GEOPARK (Taman Bumi).
Dalam perpres tersebut disebutkan bahwa Warisan Geologi (Geoheritage) adalah Keragaman Geologi (Geodiversity) yang memiliki nilai lebih sebagai suatu warisan karena menjadi rekaman yang pernah atau sedang terjadi di bumi yang karena nilai ilmiahnya tinggi, langka, unik, dan indah, sehingga dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan pendidikan kebumian.
Situs Warisan Geologi (Geosite) adalah objek Warisan Geologi (Geoheritage) dalam kawasan Geopark dengan ciri khas tertentu baik individual maupun multiobjek dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah cerita evolusi pembentukan suatu daerah. Kota Surabaya memeliki banyak lokasi yang bisa dikembangkan sebagai Kawasan Warisan Geologi yaitu Semburan Lumpur Gununganyar.
Semburan lumpur Gununganyar terletak 100 meter di pinggir barat Jl. Soekarno Kelurahan Gununganyar Kota Surabaya pada koordinat 7,34 bujur barat dan 112,78 lintang utara.
Lokasi ini sudah dikenal masyarakat khususnya masyarakat Gununganyar dan umumnya masyarakat Kota Surabaya.
Penuturan para sesepuh desa Gununganyar, semburan ini sudah ada sebelum masyarakat menempati di sekitar semburan. Bahkan sejak munculnya semburan lumpur lapindo tahun 2006 di Porong, semakin dikenal di Indonesia bahkan dikenal para ahli kebumian di seluruh dunia.
Lokasi semburan ini menjadi heboh dan menjadi perbincangan banyak orang sejak meletusnya semburan lapindo. Banyak orang pengin tahu lokasi ini dan datng mengabadikan keberadaan semburan tersebut.
Demikian pula peneliti datang ke kawasan untuk mengetahui lebih lanjut dan apa ada hubungannya dengan semburan lapindo. Kita dari Departemen Teknik Geofisika termasuk salah satu yang melakukan penelitian secara detail kawasan ini.
Masyarakat yang melihat langsung semburan Gununganyar ada yang bersikap biasa saja, tapi ada yang berlebihan yang menyebarkan lewat media sosial bahwa ada gunung api di kota Surabaya.
Sedangkan hasil penelitian dari perguruan tinggi menghasilkan publikasi yang mengatakan bahwa semburan Gununganyar “segaris” dan berkait erat dengan semburan lapindo dan ada hasil penelitian menyebutkan tidak berhubungan sama sekali.
Masyarakat sekitar semburan Gununganyar sempat resah saat pengembang akan mendirikan apartemen dan perumahan di sekitar kawasan ini. Masyarakat khawatir akan terjadi semburan seperti di Porong.
Dialog cukup ramai dn berlangsung lama, pada akhrnya disepakati untuk dilakukan survei detail. Walau pihak ITS sudah melakukan kajian tetap tidak diakui. Pihak pengembang Apartemen melakukan kajian detail kawasan ini untuk membuktikan bahwa apartemen myang akan mereka bangun tidak akan memicu semburan lumpur.
Kapan munculnya semburan lumpur Gununganyar? Berdasarkan data dari Indonesian Petroleum Association IPA (2006) yang membuat buku atlas peta minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia sejak zaman Belanda.
Disebutan dalam peta tersebut bahwa lokasi Gunungnanyar berada di kawasan lapangan minyak Kutianyar milik Belanda yang mulai ditambang sejak 1888 dan ditinggalkan pada tahun 1937.
Lapangan Kuti-Anyar (Kutisari – Gununganyar) meliputi kawasan Kutisari dan Gununganyar. Berdasarkan data kementerian ESDM ada ratusan jumlah sumur bor minyak yang ada di lapangan KutiAnyar ini. Kedalaman bor pada zaman Belanda tidak sampai 300 meter. Laporan ini juga menyebutkan adanya semburan lumpur di Lidah dan semburan minyak di Semolowaru.
Ini berarti semburan lumpur Gununganyar sudah ada sejak tahun 1888, atau bahkan mungkin sebelumnya. Sebab semburan lumpur termasuk salah satu fenomena atau manivestasi adanya sumber daya minyak dan gas di kawasan tersebut.
Belanda melakukan eksploitasi minyak di kawasan ini atas dasar munculnya semburan lumpur di beberapa tempa di kawasan Gununganyar dan Kutisari. Seperti disebutkan sebelumnya, teknologi pengeboran waktu itu hanya kedalaman 300an meter, padahal semburan lumpur lapindo terjadi pada kedalaman 3000an meter. Oleh karenanya semburan Gununganyar tidak ada hubungan dengan semburan lumpur lapindo.
Para ahli kebumian masih tetap mencari dan meneliti lebih detail terkait semburan lumpur Gununganyar sehingga bisa diketahui kemungkinan fenomena berikutnya yang akan terjadi.
Apalagi saat kejadian munculnya semburan minyak dan gas di Perumahan Kutisari pada tanggal 23 September 2019. Semburan ini muncul di teras rumah salah satu warga dan tentunya mengkhawatirkan semua warga apalagi ada bau gas metan.
Perusahaan Gas Negara datang ke lokasi dan memastikan tidak ada pipa gas pertamina di Perumahan Kutisari. Dinas ESDM Jatim bersama IAGI dan ITS datang ke lokasi dan memastikan bahwa semburan gas tersebut keluar dari sumur bor zaman Belanda karena kawasan Kutisari merupakan lapangan minyak Belanda pada tahun 1888
Demikian juga mengingat pada hari Kamis, tanggal 27/8/2020 pagi, gunung lumpur Kesongo Jawa Tengah meletus selama satu jam semenjak pukul 05:30 WIB dan getaran yang terasa hingga radius 1 kilometer.
Dinas ESDM Blora melaporkan sebanyak 330 ribu kubik meter lumpur dilontarkan membentuk satu lempengan pai lumpur baru seluas 3,3 hektar. Pemetaan dengan drone yang mereka lakukan menunjukkan lokasi pai lumpur. Padahal selama 22 tahun semburan lumpur ini tidak menunjukkan aktivitas yang besar atau statusnya tidur/dormansi. Aktivitas erupsi besar pada tahun 1998.
Untuk menghindari peristiwa yang tidak diinginkan maka disarankan pihak Kota Surabaya menetapkan kawsan semburan lumpur yang ada di Gununganyar dan di Lidah sebagai Kawasan Warisan Geologi (Geoheritage). Sebab memiliki aspek penting dalam pemahahaman evolusi geologi, baik dalam skala Lokal/Nasional/Global.
Kawasan semburan juga memperlihatkan proses geologi yang luar biasa atau unik atau cenderung ekstrim baik dalam sudut pandang proses, lingkungan, umur, maupun peristiwanya. Dan mempunyai hubung kait dengan proses eksplorasi dan eksploitasi minya zaman Belanda.
Kita dari Departemen Teknik Geofisika ITS Surabaya siap membantu dan akan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan penelitian secara berkelanjutan dan diharapkan dapat dipakai sebagai penunjang persyaratan kawasan warisan geologi. Selanjutnya bisa diajukan sebagai salah satu geosite yang penting dari Geopark Jawa Timur.
Editor : Redaksi