Sahat Simandjuntak Divonis 9 Tahun Penjara, UP 39,5 miliar
INFOnews.id | Sidoarjo - Majelis Hakim sidang putusan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) Dana Hibah Pokok Pokok Pikiran (Pokir) untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menjatuhkan vonis 9 tahun kepada terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahat Tua P Simandjuntak dengan pidana penjara selama 9 tahun," kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Suarditha di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, di Sidoarjo, Selasa (26/9/2023).
Vonis kepada wakil rakyat dari Partai Golkar Jatim itu lebih ringan 3 tahun dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni 12 tahun hukuman penjara. Terpidana juga diharuskan membayar denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan. Serta mengembalikan uang pengganti (UP) ke negara Rp 39,5 miliar.
"Jika tidak punya harta yang cukup dengan nilai tersebut, maka diganti dengan pidana 4 tahun penjara," tambah I Dewa Suarditha.
Sahat Tua P Simandjuntak dinyatakan bersalah melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 12 a juncto pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999. Terkait putusan itu, JPU Tipikor KPK saat ditanya majelis hakim, mengatakan menerima.
Sahat melalui kuasa hukumnya, menyampaikan pikir-pikir. Dan, dijawab oleh majelis hakim, waktunya seminggu. Untuk diketahui putusan ini merupakan rangkaian sidang Tipikor ke 22 kali, sejak 23 Mei 2023 di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Heru MAKI : Itu, bahasa sindiran Hakim kepada KPK
Sementara, ditemui usai persidangan Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Jatim, Heru Satriyo, mengatakan fakta itu adalah bahasa sindiran hakim kepada KPK. Heru menyoroti, diantaranya pasca lemahnya saksi dari JPU KPK terkait pembuktian sistemik Ijon Fee yang terungkap dalam fakta persidangan sebelumnya.
"Itu tadi (vonis putusan 9 tahun kepada Sahat Tua P Simandjuntak) menurut kaca mata MAKI menjadi bahasa sindiran hakim kepada KPK. Heru menyebut, kasus Ijon Fee yang menyeret Sahat, terlihat dengan jelas bagaimana “kebingungan” hakim dalam merangkai benang merah sistemik antara Ijon Fee dikomparasikan dengan regulasi penganggaran hibah Pokmas.
Di tuntutan awal, JPU KPK menuntut vonis 12 tahun serta mengembalikan Rp 39,5 miliar ke negara. Dan, dalam amar putusan, Hakim I Dewa Suarditha memberikan diskon, menjadi 9 tahun, serta harus mengembalikan uang ke negara sebesar 39,5 miliar, jika dalam kurun 1 bulan dinyatakan tidak ada pengembalian uang, maka jakim memerintahkan JPU KPK untuk menyita semua aset dan menjual aset tersebut untuk menutup pengembalian uang ke negara.
"Saya melihat bagaimana kebingungan hakim dalam pembacaan putusan tersebut, kaitannya dengan lemahnya penguatan isu sistemik Ijon Fee yang memang tidak tertuang dalam alur regulasi yang ada,” jelas Heru.
Urai Heru, bahwa konstruksi hukum Ijon Fee tersebut terdengar sangat lemah selama masa persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi baik saksi dari unsur Legislatif maupun saksi dari Eksekutif yang telah dihadirkan oleh JPU KPK.
Lemahnya konstruksi hukum kaitannya dengan Ijon Fee dari JPU KPK, ditambah telah meninggalnya saksi kunci yaitu Almarhum Khozin, kedua hal itulah yang membuat hakim tidak berani memberikan putusan yang sama atau lebih tinggi dari tuntutan JPU KPK.
"Tetapi masih ada ruang yang masih diberikan hakim kepada JPU KPK, ketika masih disebutkan pengenaan Pasal 55 ayat ke 1 KUHP Jo Pasal 66. Dimana bisa diartikan bahwa perbuatan melawan hukum dari terdakwa Sahat Tua Simandjuntak itu ada dugaan koridor peluang hukum sistemik dengan frasa dilakukan secara bersama-sama," ungkap Heru MAKI.
Lanjut Heru, secara kelembagaan MAKI Jatim memberikan penghargaan kepada Hakim Pengadilan Tipikor yang sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat, dengan vonis 9 tahun penjara.
"Ingat, Bapak Hakim yang terhormat hanya bertumpu kepada fakta-fakta persidangan yang terungkap dalam masa persidangan, dan keputusan vonis 9 tahun untuk Sahat Tua Simandjuntak menurut MAKI Jatim sudah sangat memenuhi rasa keadilan. Ini mengingat bahwa saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK semua kompak menyampaikan bahwa perilaku Ijon Fee tersebut adalah inovasi korupsi yang dilakukan oleh Sahat Tua Simandjuntak saja,” jelas Heru.
Pasca putusan persidangan itu, MAKi Jatim menekankan kepada KPK untuk meneruskan dan menggali lebih dalam lagi semua temuan lanjutan terkait kasus hibah Pokir.
"Itu harus dilakukan, baik kepada Legislatif maupun kepada Eksekutif, karena ditengarai masih sangat banyak pihak yang menari-nari dalam pusaran kasus hibah ini. Dan agar dipahami, dalam fakta persidangan banyak catatan merah yang harus diungkap lebih jauh oleh KPK dan hal itu juga diberikan penekanan lebih lanjut oleh hakim untuk digali lebih dalam kepada JPU KPK,” jelas Heru.
Dalam waktu dekat, secara Kelembagaan,MAKI Jatim juga akan melakukan aksi demo Akbar. MAKI akan turun ke jalan jika dalam kurun waktu 14 hari KPK tidak berusaha mengungkap lebih jauh peran legislatif dan eksekutif dalam pusaran kasus dana hibah.
"Serius ini, tunggu tanggal mainnya MAKI Jatim akan turun dengan kekuatan besar untuk memberikan daya tekan kepada KPK agar mengungkap next level dan episode pusaran kasus dana hibah Pokir di Pemprov Jatim ini," tegas Heru MAKI. (inf/tji/red)
Editor : Tudji Martudji