Otto : Hukum Harus Fleksibel
Surabaya - Mantan Ketua Umum (Ketum) DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengatakan, sebagai praktisi hukum tidak boleh menutup mata terhadap perkembangan-perkembangan hukum dalam praktek, mengingat sudah tidak ada ya batasan komunikasi dan sosialisasi antar negara.
Seperti halnya dalam transaksi bisnis, saat ini hukum sudah banyak dipengaruhi oleh hukum-hukum dari Anglo Saxon atau dikenal juga dengan Common Law.
"Jadi karena praktek-praktek di common low sekarang sudah diterima secara faktual oleh masyarakat Indonesia, maka boleh saja hal ini kita adopsi sebagai hukum kita, tetapi fondasi hukum dari Civil Law itu tetap dipertahankan," katanya.
"Podasi tetap, tetapi isinya boleh mengadopsi sesuai dengan perkembangan zaman," lanjut Otto, disela-sela seminar nasional bertema "Pembentukan Undang Undang Hukum Perikatan Nasional", di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga Surabaya, Sabtu (27/4).
Seminar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) Indonesia. Rancangan pembentukan Undang-Undang Perikatan tersendiri telah menjadi wacana beberapa waktu terakhir untuk menggantikan ketentuan tentang perjanjian yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW).
Ide tersebut telah lama mengemuka, terakhir disuarakan lagi saat berlangsungnya Konferensi ke-5 Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan di Jakarta, pada Oktober tahun lalu.
Otto Hasibuan menjelaskan, dari kacamata Peradi, urgensi Hukum Perikatan Nasional dibentuk berdasar perkembangan baik dari sisi bisnis maupun prinsip hukum yang berkembang di masyarakat.
“Meskipun ini berasal dari Belanda, di Belanda sendiri sudah mulai dirubah tapi di sini masih mengikuti yang lama,” tuturnya.
Menurutnya masih banyak hal yang tidak diatur dalam undang-undang, bahkan ada yang diatur tapi disimpangi dalam praktek melalui putusan hakim. “
Jadi urgensinya di sini,” tegas Tokoh Fenomenal Seputar Indonesia, RCTI, 2016 ini. (Lim).
Editor : Redaksi