Ning Lia: Kenali Track Record Orang Saat Kerjasama
INFOnews.id | Surabaya - Seperti diketahui, banyak kasus penipuan yang menimpa masyarakat yang lagi-lagi menjadikan masyarakat sebagai korban. Sebagai contoh terkait utang piutang. Tidak sedikit masyarakat yang berniat mencari pinjaman (utang) namun ternyata terjebak dalam perikatan jual beli.
Fakta ini membuat prihatin banyak pihak, tak terkecuali aktivis perempuan Ning Lia Istifhama.
“Fakta lapangan menyampaikan bahwa tidak sedikit masyarakat yang tidak terlalu memahami perikatan utang piutang. Dalam hal ini banyak masyarakat yang menjadi korban kehilangan aset-aset berharga mereka akibat mereka terjebak perikatan dengan oknum nakal.”
Lebih lanjut, Doktoral Ekonomi Syariah UINSA tersebut, menuturkan bahwa oknum nakal tersebut disebutnya lebih dari rentenir.
“Diakui atau tidak, banyak yang menjadi korban oknum yang mana mereka ini lebih dari rentenir. Secara ekstrim mungkin saya sebut sindikat ya? Karena mereka bisa menjerat korban dari beberapa sisi sehingga korban tidak bisa berkutik dan hanya pasrah saat kehilangan aset.”
Perempuan yang juga aktif menulis artikel lepas di beragam media online, mencontohkan kasus kerjasama pembangunan rumah sederhana atau yang umum disebut KPR.
“Beberapa kisah yang sama sering saya dengar. Bahkan pernah dialami oleh orang-orang dekat saya. Bahwa mereka terlibat kerjasama sebagai sub kontraktor atas pembangunan rumah, namun saat rumah sudah jadi, pihak pengembang atau pemberi jasa enggan membayar sepeser pun dengan alasan rumah tidak sesuai spek (spesifikasi).”
“Padahal secara logika, tidak mungkin pihak pemberi jasa tidak melakukan pengawasan dalam setiap tahapan proses pembangunan rumah tersebut. Dan sebagai makhluk sosial, mana mungkin selama proses pengerjaan rumah, tidak ada interaksi sosial diantara mereka?”
Secara gamblang, Ning Lia juga menjelaskan kasus utang piutang dengan jaminan tanah dan bangunan.
“Ternyata banyak terjadi di antara kita, masyarakat yang membutuhkan pinjaman secara efisien. Akhirnya mereka pun bertemu pihak tertentu yang menawari pinjaman dengan jaminan tanah dan bangunan korban. Padahal, nilai aset dengan nilai pinjaman seringkali tidak seimbang. Sebagai contoh, tanah bangunan seharga 5 miliar lebih, diukur dengan pinjaman hanya 1 miliar rupiah.”
Peraih penghargaan Tokoh Milenial Literasi Jatim versi ARCI tersebut bahkan menjelaskan ada beberapa korban yang ternyata tidak mendapatkan uang pinjaman tersebut, namun terancam kehilangan aset berharganya akibat ketidakjelian mereka membaca situasi dan perikatan yang mereka tandatangani.
"Banyak yang ternyata tidak mendapatkan uang pinjaman, karena uang pinjaman justru dicairkan oleh pihak lain. Secara logika, ini sudah terlihat seperti ada indikasi kesengajaan antara pihak pemberi pinjaman dengan pihak lain tersebut, sehingga pihak lain dapat mencairkan dana tanpa melewati korban yang telah menjadikan asetnya sebagai jaminan.”
Fakta-fakta tersebut itulah yang mendorong Dosen yang juga Advokat tersebut membuat beberapa konten film pendek terkait jual beli dan utang piutang. Di akhir, ning Lia berpesan agar masyarakat selalu berhati-hati dan mengetahui track record pihak lain saat melakukan sebuah kerjasama.
“Monggo kita semua masyarakat, selalu cek track record orang lain sebelum memutuskan kerjasama, apalagi yang melibatkan aset berharga kita. Jangan sampai beli kucing dalam karung, yaitu menaruh kepercayaan pada orang yang tidak kita kenal, apalagi yang tidak memiliki akun sosial media.” Menurut ning Lia, kepemilikan akun sosial media menunjukkan integritas seseorang.
“Jika seseorang sulit terdeteksi alias tidak memiliki akun sosial media sama sekali, sedangkan ia berani mengajak kerjasama atau menawarkan sebuah pinjaman, maka mari kita gunakan logika saja. Apakah mungkin seseorang yang tidak siap dikenal publik, memiliki kemampuan mengelola sebuah kerjasama dengan bijak dan benar?," pungkasnya. (inf/rls/red)
Editor : Tudji Martudji