Monumen Polwan di Kota Bukittinggi (Foto: IN/Ist)

Catatan: Yousri Nur Raja Agam

INFONews.id | Surabaya - MONUMEN Polisi Wanita (Polwan) Indonesia, berdiri kokoh dengan arsitektur Minangkabau di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Bangunan dengan atap bergonjong itu punya sejarah tersendiri bagi Polwan.

Monumen Polwan yang berada di Jalan Muhammad Syafei Bukittinggi itu dibangun tahun 1992. Dalam rentang waktu lebih 10 tahun, monumen ini perlu diperbaiki. Justru kemudian direnovasi dengan tampilan lebih menarik.

Nah, setelah direnovasi,  pada 1 September 2015, diresmikan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) saat itu, Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Kini Monumen Polwan itu, ramai dikunjungi sebagai salah satu destinasi wisata di Sumatera Barat.

Dari kota dingin itulah, cikal-bakal keberadaan Polwan di Indonesia, yang sekarang memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-72,  tanggal 1 September 2020 ini.

Sejarah kelahiran Polwan, cukup unik. Kala itu, sudah di masa Indonesia merdeka. Tetapi, tentara kolonial Belanda bekas penjajah di Indonesia 350 tahun itu, membonceng tentara Sekutu. Mereka ingin mencengkamkan kembali untuk menguasai negara kita Indonesia.

Peristiwa ini mendapat perlawanan dari para pemuda pejuang Indonesia. Namun, untuk menghidari pertumpahan darah, banyak warga yang terpaksa mengungsi ke daerah aman. Terutama kaum ibu, remaja dan anak-anak.

Saat suasana agak aman, sebagian pengungsi , kembali ke kampung halamannya. Untuk menghidari penyusupan, maka rakyat yang kembali dari pengungsian itu diperiksa di perbatasan. Namun, ibu-ibu beserta para remaja puteri menolak mendapat pemeriksaan fisik dari polisi yang umumnya laki-laki.

Akibat kuatnya adat istiadat Suku Minangkabau yang menganut sistem matrilineal itu, maka dicari relawan wanita yang siap membantu polisi laki-laki. Dari puluhan yang melamar, akhirnya enam orang dinyatakan lulus.

Terhitung sejak tanggal 1 September 1948, mereka berhak mengikuti pendidikan di SPN (Sekolah Polisi Negara) di Bukittinggi. Ke enam puteri lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) itu semuanya berdarah Minang. Mereka adalah: Mariana, Nelly Pauna, Rosmalina, Dahniar, Djasmainar dan Rosnalia.

Dengan dasar itulah, maka tanggal 1 September ditetapkan sebagai Hari Lahir Polwan dan ke enam remaja puteri dari Bukittinggi itu, sebagai cikal-bakal Polwan di Indonesia.

Menjelang tahun 1949, Kota Bukittinggi mendapat serangan dari pihak Belanda yang mengadakan Agresi II. Pada saat itu, tentara dan polisi, ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Setelah, adanya pengakuan Kemerdekaan Indonesia dari Belanda, situasi keamanan di Indonesia berangsur-angsur pulih. Ke enam pelopor Polwan itu melanjutkan pendidikan ke SPN Sukabumi, Jawa Barat. Bulan Mei 1951, mereka dinyatakan lulus dengan pangkat inspektur polisi. Ke enam orang Polwan pertama di Indonesia ini juga dijuluki sebagai Srikandi Polisi.

Dalam melaksanakan tugas di lapangan, mereka bergabung di markas dan kesatuan hingga sekarang. Kendati jumlahnya sekitar 10 persen dari jumlah Polisi Indonesia yang saat ini mencapai 400 ribu orang, Polwan yang berjumlah 40 ribuan orang itu sudah sejajar dengan Polisi Laki-laki atau Pria.

Presiden Soekarno, memberikan perhatian khusus terhadap Polwan. Dalam berbagai kesempatan Polwan diberi kesempatan sebagai pengamanan.  Mereka dipercaya sebagai staf ajudan para pejabat Negara dan isteri petinggi Negara.

Suatu penghargaan yang cukup mengesan bagi Korps Polwan,  saat pembukaan Kowani (Kongres Wanita Indonesia) di Gelora Senayan tanggal 24 Juli 1964. Pasukan Polwan tampil dengan gagah mewakili para Srikandi Nusantara.
 
Bung Karno dalam pidatonya  menyatakab Polwan mampu mengangkat derajat wanita sebagai bunga bangsa. Polisi-polisi wanita dari Sukabumi diibaratkannya seperti bunga Kartini.

Secara khusus Presiden memberikan sanjungan kepada enam gadis Minang yang lulus sebagai polisi perempuan pertama di Indonesia. Para pelopor Polwan itu berhasil dengan sempurna menempuh pendidikan lanjutan di SPN Sukabumi, Jawa Barat.

Setelah bertugas di Kepolisian Republik Indonesia (Polri), ke enam perawan dari Ranah Minang itu, menikah dan membina keluarga. Suami mereka itu, tidak semuanya berasal dari Minang. Ada yang dari Jawa, Batak dan suku lain di Indonesia.

Sebagai catatan sejarah, ke enam cikal-bakal Polwan Indonesia  itu, masing-masing pensiun dengan pangkat terakhir, sebelum tahun 2001, pangkat Polisi masih menggunakan istilah Kolonel Polisi untuk Komisaris Besar Polisi (Kombespol), sebagai berikut:

1. Mariana, kemudian dikenal dengan nama: Kolonel Pol. (Purn.) Mariana Saanin Mufti.
2. Nelly Pauna, dikenal sebagai Kolonel Pol. (Purn.) Nelly Pauna Situmorang/
3. Rosmalina, dikenal dengan nama Kolonel Pol. (Purn.) Rosmalina Pramono.
4. Dahniar, menjadi dan pangkat  Kolonel Pol. (Purn.) Dahniar Sukotjo.
5. Djasmaniar, akrab dengan nama Kolonel Pol. (Purn.) Djasmainar Husein’
6. Rosnalia dengan pangkat dan nama  Kombes Pol. (Purn.) Rosnalia Taher.

Dalam sejarah Kepolisian, selain SPN di Sukabumi, pendidikan kader Polwan, tahun 1975, dikembangkan ke Sekolah Kepolisian RI di Ciputat, Jakarta. Selanjutnya, dibuka pula kelas khusus untuk mendidik Bintara Polwan. Tahun 1982, kelas ini diperluas menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan).

Tanggal 30 Oktober 1984, status Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) yang dinaungi Direktorat Pendidikan Polri. Ternyata Sepolwan menarik minat perempuan untuk menjadi polisi. Maka sekarang jumlah Polwan sudah mencapai angka 40 ribu orang.

Dari 40 ribuan Polwan itu, ada 13 Orang yang berhasil menjadi Perwira Tinggi Polwan. Mereka itu adalah:
1. Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Basaria Panjaitan, SH, MH (Jabatan terakhir: Sahlisospol Kapolri Mabes Polri)
2. Inspektur Jenderal Polisi Dra. Sri Handayani (Lemdiklat Polri)
3. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Jeanne Mandagi, SH (Jabatan terakhir : Kadivhumas Mabes Polri)
4. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Roekmini Koesoema Astoeti (Jabatan terakhir : - )
5. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Paula Maria Renyaan Bataona (Jabatan terakhir : Wakil Gubernur Provinsi Maluku 1998-2003)
6. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Sri Kusmaryati (Jabatan terakhir : Lemdiklat Polri)
7. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Noldy Rata (Jabatan terakhir : Konsultan Ahli Tim Asistensi Bidang Pencegahan BNN (sekarang) )
8. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Hj. Rumiah Kartoredjo, S.Pd (Jabatan terakhir : Kapolda Banten 2008-2010)
9. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Soepartiwi, M.Pd (Jabatan terakhir : Kadiklatsus Jatrans Lemdik Polri)
10. Brigadir Jenderal Polisi Dra. Ida Utari (Staf Khusus pada BNN)
11. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Hj. Nur Afiah, MH (Jabatan terakhir : Widyaiswara Madya Sespim Polri)
12. Brigadir Jenderal Polisi Dr. Juansih, SH, M.Hum (Analis Kebijakan Utama bidang Bindiklat Lemdiklat Polri)
13. Brigadir Jenderal Polisi Apriastini Bakti Bugiansri, S.IK (Kapusjarah Polri)- (**)

Editor : Tudji Martudji

Berita Terbaru