Yousri Nur Raja Agam MH

INFONews.id | Surabaya - SAYA mengamati, para petinggi yang masa jabatannya sangat terbatas, Kota Surabaya ternyata abai menyesuaikan diri dengan julukan Surabaya Kota Pahlawan.

Mereka lamban mengabadikan nama para pahlawan di kota ini. Nama sang Proklamator  Sukarno-Hatta saja, sampai sekarang masih jadi polemik

Berulangkali kami mendesak agar nama "dwitunggal" itu diabadikan menjadi nama jalan.  Baru saat H.Sunarto Sumoprawiro -- yang akrab disapa Cak Narto -- menjadi walikota  Surabaya, usul kami langsung disetujui.

Dengan siaran pers tanggal 29 Maret 2001, Cak Narto spontan menginginkan nama Jalan Raya Darmo diganti menjadi Jalan Sukarno-Hatta. Namun timbul polemik, pro dan kontra.

Pemberian nama Jalan Sukarno-Hatta akhirnya dialihkan ke jalan baru lingkar timur bagian tengah atau MERR (Midle East Ring Road), oleh Walikota Surabaya, Bambang DH.

Pada sidang paripurna DPRD Kota Surabaya,  17 April 2010,  nama Jalan Sukarno-Hatta disetujui. Mulai dari pertigaan Jalan Kenjeran menuju ke selatan sampai ke perbatasan Surabaya-Sidoarjo. .

Walikota Surabaya Bambang DH dengan SK Nomor 188.45/501/436.1.2/2010  menetapkan nama Jalan Sukarno-Hatta di Kota Surabaya sepanjang 10.925 meter.

Ternyata sungguh malang nasib Sukarno-Hatta itu. Justru di Kota Pahlawan ini, di kota kelahiran Bung Karno, Pahlawan Proklamator lambang pemersatu bangsa itu, dipisah.

Walikota Surabaya Ir.Tri Rismaharini yang menggantikan Bambang DH tanggal 24 November 2010 melakukan “cerai paksa” terhadap Sukarno-Hatta.

Hanya dalam hitungan bulan, perceraian ke dua tokoh Proklamator Indonesia itu dilakukan tanpa persetujuan DPRD Kota Surabaya.
Jalan Sukarno-Hatta itu pun diganti menjadi Jalan Dr.Ir.H.Soekarno, tanpa menyebut nama Hatta atau Muhammad Hatta dalam Keputusan Walikota Surabaya No.188.45/86/436.1.2/2011.

Risma berjanji, akan mengabadikan nama Dr.H.Muhammad Hatta sebagai nana jalan di MWRR (Midle West Ring Road), atau jalan lingkar barat bagian tengah, di Surabaya Barat. Sungguh “kasihan” di Kota Pahlawan ini Bung Karno berjalan sendiri tanpa Bung Hatta. Tragis!

Konon perubahan nama itu, gara-gara nama Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Jakarta, sering disingkat “Soeta”. Risma khawatir nanti Jalan Sukarno-Hatta di Surabaya itu, juga disingkat Jalan Sutta atau Soetta.

Keputusan melakukan “cerai paksa” Sukarno-Hatta yang dilakukan oleh Risma itu ditolak DPRD Surabaya (waktu itu). Dalam rapat Pansus Pengubahan Nama Jalan DPRD Surabaya, Eddy Budi Prabowo dari Fraksi Partai Golkar, menyatakan menolak.

Maduki Toha, anggota Pansus menilai kebijakan Walikota waktu itu terburu-buru,  karena belum tentu jalan lingkar Barat cepat dibangun.

Anggota FKB ini juga bersikukuh mengusulkan agar nama jalan diubah menjadi Jl. Soekarno-Hatta Timur, sehingga kalau nanti dibangun lingkar Barat, bisa disesuaikan jadi Jl. Soekarno-Hatta Barat.

Ketua DHD 45 Jatim, Soerjadi Setiawan sangat menyesalkan pemisahan Sukarno-Hatta itu. Sebab yang umum sebutannya Sukarno-Hatta atau Bung Karno dan Bung Hatta.

Ruoanya Tisma tidak kuat dengan desakan itu. Tahun 2019 lalu, Risma memastikan, Jalan Dr.H.Muhammad Hatta, segera diwujudkan. Jalan lingkar barat akan diberi nama Proklamator yang juga popular dengan panggilan Bung Hatta itu.

Bahkan Risma juga akan memindahkan Jalan Bung Tomo yang ada Jalan Ngagel sekarang ini ke kawasan dekat Gelora Bung Tomo. Termasuk akan mengabdikan beberapa nama Pahlawan Nasional lainnya. Di antaranya: Jakan Hasanuddin,  KH.Idham Chalid, Pangeran Antasari, Cut Nyak Dien dan KH Wahab Hasbullah.

Pemberian dan perubahan nama jalan di Surabaya Barat itu, kabarnya sudah disosialisadikan dengan Surat Edaran Walikota Surabaya nomor 020/10946/436.75/2019. Setahun sudah umur SE itu, tetapi realisasinya belum jelas.

Kini, Tri Rismaharini masih punya sisa waktu masa jabatannya yang akan berakhir November 2020 ini. Mari kita tagih janji Risma menetapkan nama Jalan Dr.Muhammad Hatta di Kota Pahlawan Ini. (*)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru