SURABAYA, iNFONews.ID - Kita mulai dari sebuah pertanyaan: kenapa kemarin banyak banget yang protes soal tambang nikel di wilayah Raja Ampat? Kita sepakat soal peduli lingkungan. Tapi tidak dengan menjadikannya sebagai topeng yang menutupi upaya hilirisasi!
Negara kita lagi membangun satu mimpi besar bernama hilirisasi. Bahkan kalau kita lihat dari Asta Cita Presiden, itu termaktub menjadi salah satu poinnya.
Baca juga: Jelang 100 Tahun Indonesia, Ong Hengky Ongkywijoyo Ungkap Solusi Kejayaan Indonesia
Upaya hilirisasi inilah sebenarnya yang ditutupi oleh kepentingan-kepentingan tertentu, mungkin juga pihak asing. Mereka menunggangi isu lingkungan untuk memukul mundur pembangunan dan hilirisasi.
Hilirisasi ini menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Karena ada kemungkinan nilai lebih bagi Indonesia ketimbang mengecer ekspor bahan mentah. Siapa dong yang dirugikan? Anda tahu ini siapa.
Masih terngiang ketika tahun 2020, pemerintah dengan tegas menyetop ekspor biji nikel. Uni Eropa seperti kelabakan hingga akhirnya menyampaikan protes ke World Trade Organization (WTO). Kenapa mereka sampai menggugat sedemikian rupa? Karena mereka terancam jika Indonesia mandiri dan tumbuh.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jelas diamanatkan bahwa dilarang melakukan ekspor bahan mentah. Hal ini dilakukan untuk pengoptimalan produk pertamabangan minerba.
Kendati Indonesia kalah dalam sidang peregangan dunia tersebut, kebijakan untuk melakukan hilirisasi minerba terus dilakukan. Intinya satu, kekayaan alam Indonesia hanya untuk rakyat dan bangsanya.
Jadi kenapa hari ini tiba-tiba muncul protes yang demikian besarnya, bahkan menggunakan gambar generatif? Kita bisa mencontoh preseden 2020 tersebut. Ada keinginan agar Indonesia stagnan sektor ekonominya.
Lalu bagaimana dengan LSM? Kita sepertinya perlu objektif melihat ini. Semisal dengan melakukan audit keuangan agar sumber sponsor mereka menjadi transparan. Transparan dalam artian, para LSM harus menjelaskan sumber keuangannya kepada publik. Agar protes yang dilayangkan, bisa dinilai dipengaruhi oleh investor-investor dunia yang tidak menginginkan Indonesia maju, atau sebaliknya. (*)
Editor : Tudji Martudji