Lapas Kelas I Surabaya di Porong Gelar Gathering, Ajak Wartawan Diskusi
Infonews.id | Sidoarjo - Lapas Kelas I Surabaya di Porong, Kabupaten Sidoarjo menggelar Media Gathering, mengajak wartawan dari berbagai media, cetak, elektronik dan televisi. Dengan tema "Kolaborasi Dukung Resolusi Pemasyarakatan Tahun 2020". Acara yang sekaligus juga untuk memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tersebut berlangsung santai di Aula Sugeng Handrijo, Kamis (27/2/2020).
Sebelumnya diawali dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, kemudian menyimak telewicara jarak jauh dengan Kementerian Hukum dan HAM, dengan Kalapas atau yang mendampingi di daerahnya masing-masing.
Hadir di acara itu, pihak Kepolisian, Keamanan Internal Lapas, dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo, dan elemen lainnya.
"Acara seperti ini sangat perlu, selain kita bisa membeber apa yang kita lakukan, rekan-rekan media juga diharapkan bisa memberikan masukan. Selain melihat langsung apa yang telah dilakukan oleh Lapas Kelas I Surabaya ini," ujar Sumardi, petugas di Lapas Porong.
Selanjutnya, para pekerja media diajak melihat langsung bentuk-bentuk layanan yang diberikan petugas Lapas kepada para Warga Binaan (WB) di Lapas Kelas I Surabaya itu. Salah satunya layanan kesehatan 24 jam.
"Layanan ini dilakukan setiap hari, 24 jam untuk semua penghuni Lapas. Termasuk kali ini pemeriksaan mata, khususnya penderita katarak," kata dr Harjo Santosa, dokter yang bertugas di Lapas Kelas I Surabaya itu.
Dokter menyebut, layanan kesehatan tidak bisa dielakkan karena menjadi kebutuhan dasar setiap manusia. Dan, itu diterapkan di Lapas Porong.
"Klinik ini buka rutin setiap hari, 24 jam. Tenaga medisnya dari internal. Dengan peralatan sederhana. Untuk hari ini kita periksa ada sekitar 60 orang, itu untuk menentukan mereka layak operasi (mata katarak) atau tidak," terang dr Harjo.
Dia menambahkan, kebutuhan membaca tidak boleh hilang termasuk untuk penghuni Lapas Porong ini. Jika diperlukan memakai kacamata, pasien warga binaan tersebut juga diberikan kacamata secara gratis.
Setelah menjalani operasi katarak, langkah pemeriksaan lanjutan harus dilakukan, yakni di H plus 1, sampai H plus 7 hari.
"Mereka kita minta datang lagi untuk pemeriksaan lanjutan, hingga H plus 7, usai operasi untuk yang penderita katarak," terang dr Harjo.
Ditanya keluhan lainnya yang paling banyak dirasakan warga binaan di Lapas itu, dia menyebut keluhan gatal-gatal, kemudian Ispa.
"Keluhan yang paling banyak soal kulit, gatal-gatal itu yang cepat menukar. Maklum, tempat ini over kapasitas. Kapasitasnya 1.050 tetapi saat ini dihuni 2.800-an, jadi lebih dari separuh overnya," kata dr Harjo.
Sementara, Aris dari Diknas Kabupaten Sidoarjo yang juga ikut melihat langsung berbagai tempat dan fasilitas yang ada baik untuk penghuni Lapas dan sarana untuk pengunjung atau keluarga warga binaan, dia memberikan apresiasi terkait keuletan personil Lapas yang bekerja ekstra.
Namun, dia juga mengaku prihatin selain kondisi Lapas Porong yang over kapasitas, belum lagi berbagai beban yang harus ditanggung. Termasuk petugasnya yang ekstra kerjanya. Dirinya berharap ini bisa didengar pemerintah baik di daerah maupun pusat.
"Memang ini Lapas Surabaya tetapi letaknya di Porong, Sidoarjo. Jadi selain pemerintah provinsi atau pusat, kabupaten juga harus melihat kondisi ini," kata Aris.
Dia menambahkan, untuk berbagai keterbatasan khususnya tenaga medis atau peralatan kesehatan itu bisa dilihat juga SOP-nya.
"Kalau dimungkinkan SOP diubah, ya harus diubah. Termasuk IDI juga harus ikut diajak bicara soal ini, dan media bisa memfasilitasi serta mengkomunikasikan kondisi ini. Tujuannya, untuk kebaikan semua pihak, jangan sampai untuk kebaikan tetapi mengorbankan pihak lain. Seperti, dokter atau para petugas medis, jika saatnya libur ya harus bisa libur, kebutuhan SDM nya harus dilihat, sebanding atau tidak," katanya.
Aris juga mencontohkan, jika setelah diperiksa dan dioperasi kemudian pasien harus pakai kacamata, jangan sampai itu menjadi beban pihak Lapas.
"Pemerintah harus ikut hadir di urusan ini, misalnya untuk tahun ini pengadaan (kacamata) berapa, kemudian selanjutnya berapa, harus ada tahapan," tegas Aris.[]
Editor : Tudji Martudji