Penggelembungan jumlah perjalanan dinas baik untuk Luar Daerah atau Dalam Daerah, serta nominal anggaran diduga menjadi modus, dan terjadi di Kutai Barat

Infonews.id | Kaltim - Perjalanan dinas yang nilainya tidak sedikit, yakni mencapai Rp. 17,5 miliar, yang diduga memperbesar anggaran perjalanan dinas DPRD melalui program yang digulirkan oleh Bupati Kutai Barat, Kalimantan Timur, FX Yapan mendapat sorotan.

Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) menyebut, dan menduga itu menjadi salah satu cara menyumbat sikap kritis wakil rakyat di kabupaten tersebut. Juru bicara FKMS, Sutikno mengaku memiliki data rinci kalau anggaran perjalanan dinas yang terkucur sebesar Rp.17,5 miliar, tepatnya dikucurkan di tahun anggaran 2019, memiliki banyak kejanggalan dan sarat dengan permainan.

"Dari penelitian FKMS, sehari ada 1.369 perjalanan dinas Dalam Daerah (DD) dan 82 perjalanan dinas Luar Daerah (LD). Dengan total biaya hampir Rp120 miliar. Itu angka yang tidak wajar," kata Sutikno kepada wartawan, Sabtu (22/2/2020).

Dibeberkan, Kabupaten Kutai Barat memiliki 92 SKPD (OPD) yang hampir semuanya membelanjakan perjalanan dinas. 

Hasil penelitian secara acak terhadap 5 OPD yakni BakesBangpol, Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah, BPBD, Dinas Kesehatan dan Sekretariat DPRD, FKMS menemukan hasil janggal yang mengejutkan.

Dari lima OPD, terbanyak menggunakan perjalanan dinas LD dengan nilai Rp.32.942.935.000,00 dan Rp.24.989.044.000,00 untuk perjalanan dinas DD. Total jumlah kegiatan ada 361 kali, dengan biaya Rp.57,931,979,000.00. Dengan rincian untuk kegiatan LD, total sebesar Rp.32,942,935,000.00 dan untuk kegiatan DD sebesar Rp.24,989,044,000.00.

Sutikno membeber, rinciannya, untuk Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (51) kegiatan anggaran yang keluar Rp.3,324,640,000.00,-. Untuk LD Rp.3,294,310,000.00. Untuk DD Rp.30,330,000.00,-. 

Kemudian, untuk BakesBangPol, ada (41) kegiatan, total biaya sebesar Rp.1,190,959,000.00. Rinciannya, untuk kegiatan LD Rp.700,083,000.00. Untuk DD sebesar Rp.490,876,000.00. Untuk di BPBD (21) kegiatan dengan nilai biaya Rp.10,518,150,000.00. untuk LD Rp.8,203,747,000.00. Untuk DD Rp.2,314,403,000.00. 

Dinas Kesehatan (225) kegiatan, total biaya Rp.25,378,650,000.00. Untuk LD Rp.9,466,355,000.00. Untuk DD Rp.15,912,295,000.00.

Di Sekretariat DPRD, (23) kegiatan, total biaya Rp.17,519,580,000.00. untuk LD Rp.11,278,440,000.00. untuk DD Rp.6,241,140,000.00.

Padahal jika standar yang dikeluarkan oleh Kemenkeu, dipakai sebagai acuan. Dimana untuk biaya perjalan dinas Dalam Daerah (DD) sebesar Rp.150 ribu perhari.

Kemudian untuk perjalanan dinas Luar Daerah (LD) sebesar Rp.1,5 juta perhari. Maka hasilnya ada selisih yang cukup besar. 

FKMS yang getol mencermati dan mengkritisi kebijakan anggaran termasuk untuk Pemkab Kutai Barat, menyebut pola itu  modus diduga sebagai modus untuk mencari keuntungan.

Terlihat jelas struktur anggaran perjalanan dinas Luar Daerah (LD), jumlahnya masih sangat besar ada sekitar 21.962 perjalanan dinas. Atau sehari ada 60 perjalanan dinas Luar Daerah (LD). Perjalanan dinas 5 OPD ini hampir 72% perjalanan dinas seluruh OPD.

“Yang bikin kita masgul, Sekretariat DPRD Kutai Barat anggarannya paling besar, sehingga paling banyak jumlah perjalanan dinas, ada di OPD itu," terang Sutikno. 

Dia menambahkan, jumlah anggota DPRD Kutai Barat sebanyak 20 orang, sehingga hampir 80% biaya perjalanan dinas diperuntukkan untuk anggota DPRD. Bahkan jika dibagi rata ke semua anggota, maka setiap anggota akan mendapatkan 300 perjalanan dinas Luar Daerah (LD) dan 1.664 perjalanan dinas Dalam Daerah (DD).

"Kalau ditotal setiap anggota DPRD Kutai Barat melakukan sebanyak 1.964 kali perjalanan dinas per tahun," ungkapnya.

Hasil hitungan ini membuktikan bahwa perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Kutai Barat patut diduga ada korupsinya. Mengingat, perjalanan dinas itu berlaku untuk satu hari, dengan jumlah 1.964 maka dipastikan hampir 1.600 perjalanan dinas lainnya fiktif.

"Setahun itu hanya ada 365 hari. Kalau lebih dari itu saya tidak tahu apa namanya," sindir Sutikno.

Kemudian, jika dikembangkan lebih jauh, semua perjalanan dinas Dalam Daerah (DD), maka untuk setiap anggota DPRD Kutai Barat terdapat perjalanan dinas fiktif sebesar Rp.239,85 juta.

Jumlah ini akan semakin besar jika jumlah perjalanan dinas yang dilakukan oleh setiap anggota DPRD tidak sampai 300.

"Kalau perjalanan dinas ini benar dilakukan maka setahun hanya ada 65 hari mereka ngantor di gedung DPRD. Padahal kenyataannya tidak, jadi dugaan kami adanya perjalanan fiktif semakin nyata dan memakan biaya cukup besar," terang alumni ITS ini. 

Lanjut Sutikno, perjalanan dinas merupakan belanja yang amat mudah untuk dikorupsi dengan beragam modus. Mulai dari menambah jumlah hari sampai perjalanan dinas fiktif. Karena itu diperlukan kepatuhan atas prinsip-prinsip perjalanan dinas. 

Prinsipnya, harus selektif, artinya Perdin hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas, berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Kemudian ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga.

Sehingga prinsip efisiensi penggunaan belanja negara sangat diperlukan dan harus dilakukan.

"Terakhir, saya ingin menyampaikan, bahwa akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan perjalanan dinas dan pembebanan biaya perjalanan dinas. Kepatuhan prinsip ini yang akan menentukan ada atau tidaknya perbuatan korupsi," tegasnya. 

Lelaki itu juga menyebut untuk 4 OPD lainnya, dipastikan juga terjadi hal yang sama.

"Kami menduga bukan di DPRD saja dugaan fiktif dan mark up perjalanan dinas, terjadi. Sebab yang kami amati juga terjadi hal seperti itu, tapi kami masih menganalisanya. Kami juga meyakini di OPD lainnya juga terjadi," tegas Sutikno.

Dugaan ini diperkuat adanya nepotisme yang ada di Kabupaten Kutai Barat, lanjut Sutikno.

"Kami mendapati info pihak yang tahu keluarnya uang perjalanan dinas ini memiliki hubungan famili dengan bupati," bebernya, tanpa menyebut siapa famili bupati yang dimaksud.[]

Editor : Redaksi

Berita Terbaru