FKMS Beber Dugaan Korupsi Anggaran Perjalanan Dinas di Kutai Barat
Infonews.id | Kutai Barat - Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) melansir, ada dugaan korupsi terjadi di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Membuktikan itu, FKMS meneliti dan mencermati APBD kabupaten tersebut.
"Kami sudah mengumpulkan data-data pelaksanaan kegiatan swakelola selama empat tahun terakhir," kata Sutikno, Koordinator FKMS, Selasa (11/2/2020).
Dia menyebut, di tahun 2016 anggaran swakelola masih Rp.88,698 miliar. Tahun 2017 naik menjadi Rp.578,670 miliar, tahun 2018 anggaran turun menjadi Rp.393,263 miliar. Kemudian di tahun 2019, anggaran swakelola kembali naik menjadi Rp.481,191 miliar.
"Menariknya peringkat secara nasional hanya tahun 2016 saja, diatas lima puluh besar yakni 244, sementara lainnya dibawah 50 besar, tahun 2017 di peringkat 17 besar, ini ada yang janggal," urainya.
Ditambahkan, Swakelola kegiatannya diadakan atau dikerjakan sendiri oleh SKPD. Namun, untuk jenis perjalanan dinas, menjadi perhatian sendiri oleh FKMS.
"Tahun 2019, di kabupaten Kutai Barat anggaran kegiatan perjalanan dinas nilainya sangat besar yakni hampir Rp.120 miliar, itu hampir 22% dari anggaran swakelola," tambahnya.
Perjalanan dinas itu terbagi dalam dua jenis kegiatan. Yakni, perjalanan dinas dalam daerah dan perjalanan dinas luar daerah. Ada 935 paket perjalanan dinas dalam daerah dengan total hampir Rp.75 miliar dan 674 paket perjalanan dinas luar daerah senilai Rp.45 miliar.
Sutikno menyebut, besaran harga satuan biaya perjalanan dinas mengacu Peraturan Bupati (Perbup) No. 06/2015 tentang petunjuk pelaksana perjalanan dinas menyebut, bahwa besaran biaya ditetapkan dengan keputusan bupati.
"Bupati tidak transparan dan tidak pernah menyatakan berapa besaran perjalanan dinas per orang per hari. Sehingga ini menjadi ruang dana perjalanan dinas amat rawan untuk dikorupsi," ujarnya.
Sementara stantar yang dikeluarkan oleh Kemenkeu, untuk biaya perjalan dinas dalam daerah sebesar Rp.150 ribu. Sedangkan untuk luar daerah Rp.1,5 juta.
"Jika angka-angka yang dikeluarkan oleh Kemenkeu dipakai untuk membedah anggaran perjalanan dinas di Kabupaten Kutai Barat maka akan terlihat bahwa biaya perjalanan dinas tersebut tidak masuk akal," kritiknya.
Sambil menunjukkan hitungan biaya perjalanan dinas per orang per hari sebesar Rp.150 ribu. Maka dengan anggaran sebesar Rp.75 miliar. Dalam setahun ada 500000 perjalanan dinas dalam daerah.
Jika itu dilakukan PNS saja (sebagai catatan PNS Kabupaten Kutai Barat sebanyak 6 ribu orang), maka setiap PNS akan kebagian perjalanan dinas sebanyak 83 kali, lebih. Atau dalam sehari ada 1.369 perjalanan dinas dalam daerah.
"Bisa dipastikan, dengan hitungan itu pelayanan (di kabupaten Kutai Barat) tidak akan maksimal, karena 22,8% PNS tidak ada dikantor," urainya.
Sedangkan untuk perjalanan dinas luar daerah dengan anggaran Rp. 45 miliar, jika memakai standar Kemenkeu jumlahnya setahun ada 30.000 perjalanan dinas. Artinya, setiap PNS akan kebagian 5 kali perjalanan dinas luar daerah. Atau dalam sehari ada 82 kali perjalanan dinas ke luar daerah.
"Dari hitungan itu maka anggaran perjalanan dinas dalam APBD 2019 sangat tidak wajar, dan FKMS meyakini disitu ada dugaan korupsi," tegas Sutikno.
Lelaki itu menyebut, jika mengacu Perbup No. 06 Tahun 2015 Pasal 4 ayat 9, bahwa Ketentuan Penetapan Uang Harian dan Uang Representatif Perjalanan Dinas, Tarif Hotel Luar dan Dalam Daerah akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Maka bupati yang harus dipersalahkan.
Sekalipun bupati tidak menikmati uang perjalanan dinas diluar ketentuan itu.
"Bupati itu, masuk kategori memperkaya orang lain, dan itu bisa dikatakan sebagai tindak pidana korupsi," tegasnya.
Terkait temuan itu dalam waktu dekat FKMS akan melaporkan kepada pihak berwajib.
"Nanti, detailnya soal persoalan itu, akan kami sampaikan ke pihak berwajib. Dan, tentunya akan mengajak teman-teman media untuk melakukan pengawalan," ujar Sutikno, mengakhiri pembicaraan dengan sejumlah media.(tji)
Editor : Redaksi