Daddy Quote And Quote
INFOnews.id | Surabaya - Dikisahkan. Seorang ayah pengangguran, korban PHK, karena mendengar tangis anak bayinya semalam suntuk, bayi itu sangat lapar, karena air susu ibunya tidak bisa keluar lagi. Ibunya sudah tiga hari tidak makan. Ayahnya tidak bisa menahan diri; ia pergi keluar rumah. Ayah yang nekat itu menuju ke sebuah toko roti di pojok jalan.
Terlihat beberapa potong roti teronggok di belakang kaca etalase. Dipecahnya kaca itu, diambil sepotong roti, dan segera ia larikan pulang. Untuk isteri; ya untuk anak. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Bunyi kaca etalase yang pecah, mengundang dengan segera datang seorang polisi ke tempat kejadian.
Segera polisi itu mengejar si ayah, yang tengah melarikan roti. Roti memang sempat diterima si ibu. Akan tetapi, belum sempat si ibu memasukkan roti ke mulutnya, datanglah polisi. Polisi merenggut dan merebut roti itu dari tangan si ibu.
Sekalipun si ibu dan si ayah mengiba-iba, dan jerit tangis si anak tak kunjung redanya; polisi itu tetap saja dengan tegas "mengamankan" roti itu sebagai barang bukti telah terjadi pencurian, dengan si ayah sebagai terdakwanya.
Arkian, polisi memproses perkara pencurian itu, dan menyeret si ayah ke meja hijau. Hakim pun menjatuhkan pidana sesuai dengan ketentuan KUHP yang berlaku:
"Barang siapa mengambil barang milik orang lain akan dipidana penjara dengan kerja paksa karena suatu perbuatan pencurian, setinggi-tingginya enam tahun. Apabila barang yang diambil itu merupakan barang produksi atau barang dagangan, maka pidana penjara itu akan diperberat dengan tambahan sepertiganya."
Si ayah mendekam di penjara selama delapan tahun lamanya. "Rechtsmatigheid" (kepastian hukum), tanpa mengindahkan "doelmatigheid" (keadilan hukum). Baca novel "Les Miserables" karya Victor Hugo. (*)
"Jadi, di kisah ini, Victor Hugo adalah budayawan yang juga novelis berkebangsaan Perancis, namanya yang mendunia. "Les Miserables" merupakan novel yang sangat humanis. Bagaimana seorang Jean Valjean yang tidak mendapatkan perlakuan yang layak dalam hukum yang berlaku. Hukum bagaikan bandul, hakim hanya mementingkan "kepastian hukum" tanpa menengok "keadilan hukum", terang Prof Tanto -sapaan akrab- profesor Soetanto yang juga pengelola Rumah Dedikasi di Surabaya, saat berbincang dengan media ini, Rabu (3/1/2024) (inf/tji/red)
Editor : Tudji Martudji