Kader Kesehatan wadul ke Fraksi PDI-P DPRD Surabaya (Foto: IN/ist)

INFOnews.id | Surabaya - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Surabaya, didatangi puluhan Kader Kesehatan Surabaya, mereka mengadu soal kebijakan Walikota Eri Cahyadi terkait ‘Kader Hebat Surabaya’. Melalui Forum Discussion Group (FGD), mereka diterima oleh Dyah Katarina yang juga Bendahara Fraksi PDI-P DPRD Surabaya.

Satu per satu, mereka menceritakan pengalamannya yang rela berkorban demi kesejahteraan dan kesehatan warga di kampungnya.

"Tujuan kami adalah ingin menyatukan visi misi dan mengembalikan citra sekaligus tugas kader seperti dulu,” ungkap Poerwati, kader senior dari Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng.

”Kebijakan pemerintah (Surabaya, red) saat ini membuat kader carut marut, enggak jelas karena tidak ada sosialisasi lebih dulu,” tambahnya. e

Dijelaskan, kebijakan Pemkot berubah-ubah sehingga kader bingung harus berbuat apa. Salah satunya adalah kebijakan memilah-milah Kader. ”Sejatinya Kader apapun itu adalah satu kesatuan, jangan diukur dengan tingkat akademisi,” katanya. 

Dikatakan, akademisi itu teori terkadang berbeda dengan yang ada di lapangan. ”Kami, kader apapun melayani masyarakat dengan hati. Dari awal Posyandu, kader tidak hanya bekerja, tapi juga donasi untuk membiayai pelayanan Balita. Begitu juga untuk pelayanan-pelayanan yang lain,” ungkap Poerwati yang mengaku Pilkada kemarin menjadi Timses Eri Cahyadi Walikota.

”Bukan kami membantah satu kebijakan, tapi kami ingin keluhan kami ini ada solusi. Kami merasa tidak nyaman karena membentuk atau merekrut kader itu tidak mudah. Kebersamaan para kader sangat luar biasa dan itu sudah terbukti,” urainya, dikutip dari diagramkota.

Poerwati mewakili para kader yang hadir mengaku tidak butuh atau berharap uang. Tetapi kalau itu ada sebagai satu penghargaan, ya patut dihargai dan terima kasih. "Tapi bukan berarti untuk mengkotak-kotakkan kita (kader), karena kita ini satu kesatuan,” jelasnya.

Meski tugas-tugas yang tumpang tindih, Poerwati memastikan para kader pasti punya laporan. ”Lurah dan Camat jarang yang tahu tugas-tugas kita, karena langsung dikoordinasikan dengan Dinas, seperti Dinkes, DP5KB.”

Hal ini menurut Dyah, tidak terjawab oleh Walikota. ”Tidak dijawab, ndak tau pembisiknya siapa, intinya nanti banyak kader tidak diaktifkan. ini yang nggak pas," sesalnya. 

Kader ini muncul dari panggilan jiwa, kegotong royongan dan keikhlasan. ”Awalnya sukarela, dulu ndak ada insentif tetep jalan. Seperti Posyandu dan sebagainya. Nah ketika sudah jalan, la kok dibilang ndak aktif," urainya. 

DK panggilan Dyah Katarina menjelaskan, kalau dikampung pastinya ada kader yang aktif, setengah aktif bahkan seperempat aktif karena mereka punya rumah tangga. Namun mereka saling mengisi dan saling membantu.

”Ini yang membuat mereka enjoy. Mereka berterima kasih kalau ada apresiasi dari Pemkot, kalau memang ndak mampu yang ndak masalah, tapi caranya jangan main pecat,” tegas anggota DPRD dua periode ini.

Harapannya, semua kebijakan Walikota terkait kader, selalu dibicarakan dan diambil yang terbaik untuk Kota Surabaya.

”Jangan ada keputusan yang seolah seperti membalikkan telapak tangan. Ini seperti sulapan-sulapan. Kayaknya, titik tolaknya ada di kasus Stunting yang melonjak dan dianggap kader tidak bekerja, padahal ini tanggung jawab Pemkot, dan kader hanya membantu," ungkap mantan Ketua PKK Surabaya ini.

Dijelaskan, tugas kader tak hanya terkait stunting. Masalah edukasi pengelolaan sampah, juga menjadi tugas kader, meski sekarang tidak diaktifkan. ”Ini kayaknya tidak melihat aturan yang diatas, bolehlah membuat pakem sendiri, tapi yang namanya PPK harus mengikuti pusat. Ini ada yang mis, ada yang tidak memberikan informasi yang benar kepada Walikota sehingga jadinya seperti ini," tegasnya.

Dyah mengingatkan sekaligus mempersilahkan kalau ada niat baik untuk menata kader. Tetapi kita wajib mengedepankan bahwa kader, awalnya adalah keiklasan dan kegotong royongan. ”Bukan berdasarkan SPJ. Kalau masalah laporan, ‘Kucing diraupi’, difoto dan dilaporkan. Kan nuansanya laporan,” urainya.

”Kader ini mudah diajak ngomong,” tegas Dyah.

Melihat kegaduhan ini, rencana Komisi D akan memanggil beberapa pihak terkait.

”Rencananya Selasa, tapi kok undangannya belum. Nanti bisa ditanya ke Dinas terkait, apa sih yang menjadi gejolak di masyarakat. Karena aneh, baik Dinkes, Puskesmas sampai Kasie Kesra pun ndak paham. Terkait Kader Hebat pun tidak pernah dibicarakan, itu baru muncul di sambutan saat acara di Convention Hall,” katanya.

Ia berharap, semua bisa selesai dengan duduk bersama. ”Tapi kalau Pak Eri bersikukuh bertindak dengan tangan 'besinya', kita juga gunakan tangan besi,” tantang Dyah. “Satu tahun kok malah membuat onar. Yang saya herankan, Dia (Eri Cahyadi, red) kan mantan kepala BAPPEKO, untuk kiprah kader harusnya tahu. Bukan orang politik seperti Pak Adi Sutarwijono yan pasti tidak tahu. Kok sampai lupa, makanya saya kejar siapa pembisiknya,” tambahnya.

PKK di seluruh Indonesia ada, tapi kita diperbolehkan berimprovisasi. Seperti Pos PAUD Terpadu, perintahnya sama, tapi tidak semua punya Pos PAUD seperti di Surabaya. "Intinya, kalau keputusan itu menyangkut peran masyarakat, ya tolong kita (kader, red) diajak bicara. Karena kalau hanya dapat laporan dari orang yang nggak paham dengan kader, ya pastinya akan mbleset,” pungkasnya. (inf/int/red)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru