Konflik LCS, Antara Ancaman Kedaulatan dan Perdamaian Universal
KRI Ardadedali-404 saat tiba di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (4/4/2021). (Foto:indonesia.go.id)
INFOnews.id I Surabaya - Konflik di Laut Natura Utara yang belakangan ini semakin memanas, memantik Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia untuk memperkuat armadanya.
Pasalnya, manuver Tiongkok kian gencar dan memamerkan kekuatannya di Laut China Selatan (LCS), mereka mengklaim secara sepihak bermodalkan hak histori belaka.
Demi mempertahankan kedaulatan negara, dan menekan arogansi Negeri Panda itu, maka Bakamla menegaskan menerapkan strategi yang dibagi dalam tiga tahapan.
Yakni, Bakamla berjanji akan menggelar kekuatan pada wilayah prioritas, diikuti menerapkan prinsip armada siaga, dan selanjutnya meningkatkan informasi sharing untuk membangun gambaran dan situasi taktis.
Namun Laksda Bakamla S. Irawan mengungkapkan, sejauh ini mereka terkendala oleh bahan bakar kapal yang terbatas. "Nah ini mohon sebagai gambaran ataupun sebagai nantinya mohon bantuan dari yang terhormat komisi 1 ini dan sampai saat ini pun bahan bakar kita tidak ada." ujar dia, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 1 DPR RI dengan Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla Indonesia.
Kedaulatan Negara Terancam
Anggota Komisi I DPR, Sukamta pun mendorong pemerintah supaya lebih serius lagi dalam menjaga teritorial negara.
Menurutnya, banyaknya kapal asing yang menerobos wilayah RI, dipandang sangat merugikan secara ekonomi, terlebih lagi ancaman terhadap kedaulatan negara.
Ia meminta, Indonesia harus menujukkan kekuatan patroli keamanan di Laut Natuna Utara, untuk mencegah leluasanya pihak asing mengobok-obok perairan Indonesia.
"Terutama di wilayah Laut Natuna Utara, perlu ada konsentrasi yang lebih besar untuk melakukan patroli. Wilayah ini berdekatan dengan zona sengketa di Laut China Selatan (LCS) antara China dan negara-negara ASEA," katanya dikutip Alinea.
Semakin terancamnya kedaulatan RI, TNI AL telah menyiapkan sebanyak empat kapal (KRI) yang disiagakan di Laut Natuna Utara. Wilayah tersebut merupakan wilayah operasi prioritas Komando Armada I (Koarmada I) TNI AL.
"Kita menggelar setidaknya 4 KRI di sana untuk melaksanakan penegakkan kedaulatan dan hukum di Laut Natuna Utara," ujar Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letnan Kolonel Laode Muhammad dikutip Kompas.com
Dikatakan Panglima Koarmada I Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah, TNI AL mengerahkan 5 KRI secara bergantian.
KRI yang disiapkan sebanyak 3 sampai 4 KRI berada di laut, yang satu lainnya nantinya melaksanakan bekal ulang.
Dengan demikian, KRI tersebut dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan memasuki perairan Indonesia.
“Bahwa sikap TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas melindungi kepentingan nasional di wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi sehingga tidak ada toleransi terhadap berbagai bentuk pelanggaran di Laut Natuna Utara," ucap Arsyad.
Ciptakan Perdamaian Universal
Dilansir dari TribunJatim, Zahrul Azhar Asumta atau yang akrab disapa Gus Hans, sosok tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) ini mendukung terciptanya perdamaian di Laut Natuna Utara.
Perdamaian yang dimaksud Hans sifatnya adalah universal, yaitu tidak memandang negara, agama, jabatan, dan itu adalah hak serta kewajiban bersama untuk menjaga perdamaian.
“Sehingga tidak ada salah satu negara yang mengkooptasi atau mengakuisisi wilayah tersebut, karena nanti pasti akan berdampak pada perdamaian,” katanya.
Bagi dia, Natuna Utara sebaiknya dijadikan zona internasional yang bisa digunakan semua pihak.
Di samping itu, Hans berharap masyarakat dan pemerintah juga memberikan atensi terkait penyelesaian sengketa di Laut Natuna Utara.
Karena ini menyangkut kedaulatan, apalagi Natuna masih diakui China. semua pihak.
“Saya mendukung pemerintah pusat meneruskan langkah mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya sikap yang tegas,” katanya
“Dengan penamaan sebagai Laut China Selatan seakan ini sebagai pembenaran atas klaim pihak China. Saya berharap pemerintah segera mengubah semua peta atau atlas yang beredar di Indonesia, terutama dalam kurikulum dari kata China Selatan diubah menjadi Natuna Utara,” paparnya. (net/rye/red)
Editor : Rony