Ning Lia: Kekuatan Relawan Adalah Energi Penting
INFONews.id | Surabaya - Lia Istifhama, sosok perempuan yang sempat berjuluk Calon 'Bonek' lantaran pada umumnya sosok yang akan maju di kontenstasi Pemilihan Calon Wali Kota Surabaya, dipastikan tidak hanya 'bondho nekad' tetapi harus menyiapkan ratusan miliar, rupanya tak berlaku bagi pemilik sapaan Ning Lia ini.
Nekadnya semakin bulad, meski sejumlah nama 'tenggelam' tak lagi muncul ke permukaan, berbeda dengan ibu dua anak ini, kiprahnya bagai air bah yang tak terbendung. Menyapa masyarakat dari semua lapisan dan elemen terus dilakukan. Keluar masuk dan blusukan ke perkampungan terus dilakukan, dan tak pilih kasih menyapa warga. Itu, selain untuk modal di pemilihan kepala daerah, yang digelar Desember 2020 mendatang, pastinya untuk penguat atau modal langkahnya.
"Seperti yang pernah saya sampaikan, dibilang Bonek ya Alhamdulillah. Wong saya memang Suroboyo asli. Yang penting waktu telah membuktikan siapa saja yang masih bisa running hingga saat ini. Bagi saya, fakta ini penting untuk menyampaikan kepada masyarakat. Bahwa ojok wedhi berkarya, karena karya itu nggak harus kaya, nggak kudu sugeh disek. Kalau kita niat berproses untuk berbuat baik, yakin saja rezeki itu opo jare sing ngecet lombok," ujar Ning Lia, Jumat (2/7).
Dia mengibaratkan, melihat sebuah kepemimpinan itu ibarat sirah atau kepala, dan buntut atau ekor. Kalau orang di posisi sebagai kepala, maka penting baginya sebagai pengayom yang harus peduli dan tulus, itu sebuah panutan.
"Saya melihat sebuah kepemimpinan itu ibarat sirah (kepala) dan buntut (ekor). Kalau orang di posisi sebagai kepala, penting baginya menjadi pengayom yang harus peduli dan tulus untuk yang di buntut. Dalam Pilwali ini, beberapa kali ada kandidat yang ingin bersinergi dengan saya. Selalu saya sampaikan, tolong jalin hubungan baik dengan para relawan karena tidak mungkin saya asal menerima pinangan tapi menafikan perjuangan dan kebaikan relawan," urai Ning Lia.
Masih kata Ning Lia, sebaliknya, sering kali ada kandidat yang berusaha mengambil jaringan relawan saja. Namun, enggan menjalin hubungan dengan saya.
"Ada kandidat yang begitu, pinginnya jaringan relawan saya. Tapi enggan menjalin hubungan dengan saya. Itu karena mungkin konteks mereka, saya ini dianggap kompetitor. Kalau sudah gitu, saya sampaikan secara sederhana. Kebijakan seseorang terlihat ketika dia bisa memahami sesuatu hal secara holistik, menyeluruh," terangnya.
Lanjut Ning Lia, kalau cuma mau madu, yaitu mengambil jaringannya saja tanpa berusaha memahami, kenapa sebuah jaringan ini kuat? Maka haqqul yakin, orang seperti itu akan sulit menjadi pemimpin yang memiliki grass root kuat.
"Saya kira kurang keren aja yah, kalau orang hanya besar di permukaan tapi lemah di akarnya," ujar putri almarhum KH Masykur Hasyim itu.
Sosok millenial yang dikenal sebagai aktivis itu menegaskan, pentingnya kekuatan jaringan relawan yang masih masif dimilikinya.
"Seratus persen saya sampaikan Alhamdulillah. Ini pencapaian yang luar biasa dimana kebaikan relawan sudah menyatu sebagai kekutan yang solid. Setiap relawan melakukan aksi sosial kebanyakan justru swadaya mereka sendiri," katanya.
Misalnya, tanpa sepengetahuan dirinya sejumlah relawan sudah pesen banner, mendatangkan hand sanitizer, jahit masker sendiri, bungkusi beras, dan sebagainya. Mereka kadang cuma laporan kalau sudah turun ke kampung ini dan kampung itu.
"Masya Allah saya sering heran. Tapi ini hal nyata yang saya syukuri dan Alhamdulillah semuanya seperti jaringan keluarga, second family. Saya berani bilang, kekuatan yang mau berbuat baik secara tulus, itu energi penting dalam Pilwali Surabaya," tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, soal pertemuan virtual dengan gabungan partai non parlemen, Lia menjelaskan apresiasinya.
"Pada prinsipnya, merangkul semua pihak itu penting. Dan kita tidak bisa menafikan kekuatan partai non parlemen, baik itu Hanura, PBB, Perindo, PKPI, Garuda, dan Berkarya. Saya sebelumnya sudah sering bertemu dengan Pak Kelana (Hanura), misalnya saat kampanye Pilgub 2018, beliau orang yang sangat baik," jelasnya.
Pembina sebuah ponpes tersebut menjelaskan bahwa kekuatan partai non parlemen tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Terbukti, ketika Pilgub 2008, kekuatan partai non parlemen itu signifikan, lho. Yang terpenting, jangan memandang apapun sebelah mata. Bisa jadi, yang selama ini kurang diperhitungkan kelak malah menjadi kekuatan yang harus dan sangat diperhitungkan," pungkasnya. (*)
Editor : Tudji Martudji