Pelabuhan DABN Probolinggo Terus Jadi Bahasan, Sejumlah Pihak Menyayangkan Peluang Keuntungan Hilang
PROBOLINGGO, iNFONews.ID - Pelabuhan Delta Artha Bahari Nusantara (DABN) kembali menjadi perhatian baik dari pusat (Kementerian Perhubungan-Red), insan perhubungan dan pengguna jasa layanan pelabuhan lainnya. DABN dalam skemanya diharapkan menjadi alternatif pelabuhan dengan biaya rendah dengan eksisting lengkap di Jatim. Serta menjadi solusi terkait semakin padatnya Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.
Seperti yang pernah dilontarkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, mengacu Perpres No 80 Tahun 2019. Dikatakan, Dermaga Probolinggo memiliki peluang untuk bisa dikembangkan sebagai pelabuhan andalan. Tak hanya Jawa Timur tapi skala nasional.
“Salah satu pelabuhan yang memungkinkan bisa menjadi sentra untuk perdagangan dalam dan luar negeri yang lebih signifikan dengan biaya rendah, juga sandarnya kapal asing, untuk menunjang tumbuhnya perekonomian dan pariwisata di Jatim. Karena Tanjung Perak sudah tinggi sekali grade-nya,” ujar Gubernur Khofifah saat berkunjung ke lokasi pelabuhan.
Masih kata Khofifah, Pelabuhan Tanjung Tembaga di Probolinggo menjadi pusat hubungan perdagangan dan konektor titik-titik pariwisata unggulan di Jawa Timur.
Semangat itu seakan diabaikan, terbukti belakangan banyak pihak menyampaikan pandangan minor, termasuk menyoal ketidakprofesionalan manajemen pengelola pelabuhan, terbukti makin ramai diungkap diruang publik.
Sebelumnya, Ketua Forum Asosiasi Kepelabuhanan, Stenven menyampaikan hal minor soal itu, mendapat respon dan perhatian langsung Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono. Itu terbukti, Pj Gubernur Adhy langsung bertelepon ke pejabat di Probolinggo.
Terus muncul sorotan dan pendapat terkait pengelolaan, terkini mantan pegawai PT Pelindo di Tanjung Tembaga, karena merasa memahami hal itu, juga ikut bersuara.
"Ketidakprofesionalan, itu sudah lama terjadi saat dijabat Kacab DABN (almarhum) Djumadi," katanya.
Dia menceritakan, saat itu pertama kalinya raw sugar milik PT. Cheil Jedang Indonesia, Perusahaan bioteknologi di Rejoso, Pasuruan, perdana melakukan kegiatan pembongkaran di pelabuhan milik BUMD Pemprov Jawa Timur itu.
“Ketidakberesan mulai tampak dari sewa alat (grab/hopper) yang tinggi, biaya pandu tunda dengan tarif sepihak, biaya stevedoring yang berubah-ubah setiap bulannya. Sehingga perjanjian kerjasama yang memberatkan pemilik barang,” ungkap dia.
Menurutnya, kebijakan yang berubah-ubah itu sangat tidak menguntungkan bagi pengguna jasa. Bahkan, semangat pemerintah untuk menekan cosh high logistik dari pintu pelabuhan juga tak terwujud.
“Sehingga volume raw sugar yang dari sisi biaya logistik bisa lebih murah karena jarak transportasi pendek menjadi membengkak karena biaya-biaya yang tidak masuk akal," tambahnya.
Kabarnya, PT. Cheil Jedang mendapatkan kuota impor dari Pemerintah, tahun ke tahun fluktuatif, mulai dari 320.000 ton hingga 440.000 ton dan bersedia hingga 70% total muatan dibongkar di DABN Probolinggo.
“Tapi karena kondisi tarif yang ditetapkan lebih tinggi dari Tanjung Perak maka sebagian besar volume tersebut kembali diarahkan bongkar di Tanjung Perak Surabaya, dengan tarif bongkar muat yang masih terbilang murah (diluar biaya transportasi),” ungkapnya, sambil mengaku ikut prihatin
Belum lagi terkait tenaga kerja bongkar muat (TKBM), sempat memantik Koperasi Pengelola TKBM yang sah melontarkan ketidakpuasan. Lantaran kebijakan manajemen DABN, hingga melayangkan surat keluhan ke berbagai pihak.
Persoalan itu juga mengimbas ke beberapa pihak di internal Pelabuhan Probolinggo yang diundang ke Kementerian Perhubungan. Itu, dibenarkan oleh Kepala KSOP Kelas IV Probolinggo, Taufikur Rahman.
“Kami dengan beberapa pihak termasuk dari DABN hadir bersama di pusat membahas persoalan yang ada di Probolinggo,” kata dia, saat bertemu di peringatan Harhubnas, kemarin. (inf/tji/red)
Editor : Tudji Martudji