Milenial Surabaya Idolakan Walikota Bersih, Prestasi, Peduli dan Merakyat
SURABAYA, iNFONews.ID - Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo (Unijoyo) Madura, Mochtar W Oetomo menyampaikan, seiring perkembangan dan kebutuhan Kota Surabaya butuh pemimpin berkarakter milenial. Tak hanya casing, tapi dibuktikan kerja cepat, nyata dan berprestasi untuk perubahan menyongsong Indonesia Emas.
"Kebutuhannya sosok yang faham dinamika politik nasional dan internasional. Dan, sebenarnya sudah dirintis di Kota Surabaya melalui pemimpin-pemimpin pendahulunya. Namun juga jangan berpikir Surabaya berjalan seperti biasanya. Karena zaman sudah berjalan cepat dan berkarakter milenial," urai Mochtar, di Talkshow Political Review Pilwali Kota Surabaya 2024, 'Menakar Peluang Milenial Memimpin Surabaya' yang digelar Persaudaraan Penulis atau Writerhood, di Hedon Estate Surabaya, Kamis (18/7/2024).
Lanjut Mochtar, apalagi Ibukota Indonesia nantinya pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Imbasnya, Surabaya akan menjadi poros dan pintu gerbang menuju IKN. "Karena itu dibutuhkan kesiapan-kesiapan matang dan baik, termasuk untuk pemimpinnya," tegasnya.
Nara sumber lain, Hadi Dedyansyah anggota DPRD Jatim, mengungkapkan Surabaya tidak bisa dikelola satu komponen. Dan, kolaborasi menjadi kunci untuk membangun Surabaya menjadi lebih baik.
"Surabaya ini kota besar yang secara geografis 2045 akan jadi perhatian internasional. Apalagi saat ibukota negara pindah ke Kaltim. Surabaya akan jadi pintu gerbang dan menjadi transit," beber Cak Dedy, -sapaannya.
Untuk itu, butuh pemimpin yang bergerak cepat dengan berbagai terobosan. Menurutnya, banyak potensi bisa dikembangkan untuk bisa dinikmati arek-arek Suroboyo, termasuk pemberdayaan maksimal kaum milenial. Itu akan dia lakukan, tentu dengan mengikuti kontestasi pilwali, dan dirinya mengaku siap jika mendapat rekomendasi partai.
"Tapi semuanya sampai hari ini masih dinamis (terkait kontestasi Pilwali Surabaya), Saya ini kader partai tulen, harus tunduk dan patuh perintah partai," ucapnya.
Soal pembenahan, salah satunya dia contohkan tidak boleh lagi ada label warga miskin di Surabaya, karena itu akan membawa dampak. Warga Surabaya memiliki kesempatan yang sama, termasuk dalam bidang pendidikan, mulai dasar hingga perguruan tinggi.
"Dan, partai kami sepakat tidak ada labelling miskin, karena itu akan berpengaruh pada anak-anak mereka. Pendidikan politik juga perlu ditekankan pembenahan, agar milenial bisa memilih pemimpin dengan tepat. Mereka perlu ruang, dan pengetahuan politik, butuh sosialisasi sehingga bisa memilih pemimpin yang tepat," bebernya.
Selanjutnya, Erick Komala dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai meski tingkat kepuasan terhadap pemimpin Surabaya sudah tinggi, milenial butuh pergerakan cepat. Diperlukan penekanan pendidikan politik bagi milenial sehingga bisa memilih pemimpin yang tepat.
"Kaum milenial, mereka butuh sosialisasi sehingga bisa memilih pemimpin yang tepat," beber Bro Erick, anggota DPRD Jatim terpilih itu.
Untuk kontestasi Pilwali Surabaya, dia berpendapat masih sangat dinamis, semua punya peluang. Dan, tidak tertutup kemungkinan muncul calon baru.
Sebelumnya, Sekjen Writerhood, Tudji membeber hasil survei yang dilakukan timnya. Survei dilaksanakan 1-6 Juli 2024, di 31 kecamatan di Surabaya. Populasi survei seluruh calon pemilih di Pilwali Surabaya, usia 17-41 tahun atau milenial bukan termasuk TNI/Polri aktif.
Survei mengambil sampel 400 responden, dengan komposisi gender imbang 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan, dengan teknik pencuplikan secara rambang berjenjang. Margin of Error plus minus 5 persen dengan kepercayaan 95 persen.
"Ini, dilakukan tim Writerhood dengan teknik wawancara tatap muka, dengan pedoman kuesioner. Dan, penentuan responden di setiap KK dilakukan dengan bantuan kish grid," urai Tudji.
Untuk elektabilitas, Eri Cahyadi di angka 32,5 persen. Ahmad Dani 10,2 persen; Armuji 7,8 persen; Bayu Airlangga 5,7 persen; Hadi Dediansyah 3,3 persen. Dibawahnya, ada nama Cahyo Haryo, Tom Liwafa, Musyafak Rouf dan Arif Fathoni.
Untuk popularitas, di urutan pertama Ahmad Dani angkanya 98 persen, Eri Cahyadi 96,8 persen, Armuji 95.5 persen, Bayu Airlangga 43.8 dan Hadi Dediansyah 31.5 persen.
Nama Eri Cahyadi terpampang unggul untuk elektabilitas dibandingkan 10 kandidat lain, angkanya 32,5 persen. Nama dibawahnya Ahmad Dani dengan angka 10,2 persen, diikuti nama lainnya, seperti terpampang di tabel slide.
Setelah Ahmad Dani, ada Mahfud Arifin dengan elektabilitas 8,5 persen. Kemudian berurut ke bawah, Armuji 7,8 persen; Bayu Airlangga 5,7 persen, Fuad Benardi 3,5 persen, Hadi Dediansyah 3,3 persen, Cahyo Haryo 3 persen, Tom Liwafa 2,3 persen, Musyafak Rouf 2,3 persen, Arif Fathoni 1,3 persen. Sisanya, 19,6 persen tidak tahu atau tidak menjawab (TT/TM).
Tudji menguraikan, pertimbangan memilih Walikota / Wakil Walikota, kelompok millenial masih mengacu program kerja yang disodorkan kandidat, angkanya 65,3 persen, dan soal track record calon tercatat 17 persen.
Menyangkut pilihan, tim survei mencatat 46.7 mengaku mantap, 53.3 mengaku bisa berubah pilihan. Secara umum, milenial mengaku faktor yang bisa merubah pilihan cawali/cawawali, setelah mereka melihat debat kandidat, yakni 25 persen dan dari tayangan medsos 12.3 persen.
"Dan, karakter kandidat yang jadi penilaian milenial, 55.5 persen adalah sosok yang peduli dan merakyat, bersih maksudnya tidak korupsi dan sosok yang berprestasi," tutup Tudji. (inf/tim/red)
Editor : Tudji Martudji