Warga menggunakan hak pilih dalam gelaran Pilpres 2024 di Surabaya. INPhoto/Alim

SURABAYA, iNFONews.ID - Belakangan ini, lini masa media sosial ramai isu hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024. Isu ini lantas menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Menyikapi isu tersebut, Pakar Politik Universitas Airlangga (UNAIR), Febby Risti Widjajanto, S.P., M.Sc angkat suara.

Febby menuturkan, penggunaan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pilpres 2024 bergantung pada proses politik yang berjalan di parlemen.

Terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi agar pengajuan hak angket dapat dilakukan. Misalnya saja, komposisi, solidaritas partai politik, politik HAM, demokrasi, dan dukungan masyarakat sipil.

“Merujuk UU Nomor 17 Pasal 79 Tahun 2014, DPR bisa saja mengajukan hak angket. Dengan ketentuan, pengusulan hak angket paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi,” kata Febby.

Menurut UU tersebut, lanjut Febby, pengusulan hak angket harus menyertakan dokumen yang memuat paling sedikit yaitu materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki, serta alasan penyelidikan.

Jika angket mendapat persetujuan, DPR dapat membentuk panitia khusus. Panitia ini berwenang untuk memanggil WNI, WNA, pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Apabila pihak-pihak tersebut mengabaikan panggilan, DPR dapat meminta kepolisian untuk memanggil secara paksa.

“Jika mendapat persetujuan maka bisa membahasnya lebih lanjut dalam sidang paripurna DPR. Jika pelaksanaan undang-undang atau kebijakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat,” ungkapnya.

Sebaliknya, bila hak angket mengalami penolakan, maka tidak dapat mengajukan usul tersebut kembali.

“Namun, apabila tidak ada dugaan pelanggaran, usul hak angket dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali para periode keanggotaan DPR yang sama,” lanjut Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) itu.

Proses penyelidikan dugaan kecurangan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, penyelidikan juga sangat bergantung pada tingkat kompleksitas kasus.

Hasil dari penyelidikan dugaan kecurangan pemilu bisa saja membuahkan hasil apabila proses penyelidikan selesai sebelum pelantikan anggota DPR pada 1 Oktober 2024 mendatang.

Proses ini juga bisa terhambat jika anggota DPR yang mengajukan angket tidak terpilih kembali pada periode berikutnya menurut hasil perhitungan pemilu 2024.

“Sejauh yang saya pahami, hak angket bisa untuk mengusut kecurangan pemilu, tetapi tidak bisa untuk membatalkan hasil pemilu. Pembatalan bisa terjadi jika terdapat keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Jika hasil dari penyelidikan adalah ada pelanggaran terhadap perundang-undangan, hal tersebut bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi politik kepada presiden,” pungkasnya.

 

 

Editor : Alim Kusuma

Berita Terbaru