termasuk Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD, Pakar Investasi dan Bea Cukai Universitas Airlangga. INPhoto/Unair

SURABAYA, iNFONews.ID - Dalam lanskap ekonomi yang dinamis, regulasi fiskal dan kebijakan bea cukai berperan krusial dalam menavigasi arus perdagangan global.

Terkini, peraturan yang diinisiasi oleh Kementerian Keuangan Indonesia telah memicu diskursus akademis mengenai dampaknya terhadap ekosistem perekonomian domestik.

Hal itu turut menuai sorotan oleh berbagai pihak, termasuk Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD, Pakar Investasi dan Bea Cukai Universitas Airlangga (UNAIR).

Prof Rossanto merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 96 Tahun 2023, ketetapan barang impor atau kiriman harus mengikuti klasifikasi BTKI, yang menentukan aturan dan tarif pajak yang berlaku, termasuk PPN, PPNBM, dan PPH.

Menurutnya, aturan itu mencerminkan upaya pemerintah untuk memperketat pengawasan atas barang kargo yang masuk melalui pelabuhan atau udara, serta barang bawaan pribadi yang bernilai di atas USD 500 atau sekitar 8 juta rupiah.

“Ini adalah langkah yang penting untuk memastikan bahwa semua barang impor diperlakukan sama tanpa memandang pintu masuk barang dari berbagai moda transportasi, baik itu melalui jalur laut, darat, maupun udara,” tuturnya.

Prof Rossanto juga menekankan pentingnya struktur pajak yang diterapkan pemerintah, yang bertujuan untuk membuat harga barang impor menjadi tidak kompetitif, sehingga produk domestik dapat tetap bersaing di pasar.

Aturan baru itu memiliki dampak signifikan terhadap perlindungan produsen domestik dan persaingan harga di pasar tradisional.

“Pasar tradisional kita yang seringkali melibatkan produk dari industri kecil dan menengah harus dilindungi dari barang impor yang dijual dengan harga lebih murah karena tidak dikenakan pajak,” jelasnya.

Daya Saing Produk Lokal

Lebih lanjut, Prof Rossanto juga mengomentari fenomena jasa titip yang sedang marak saat ini. Menurutnya, jasa titip memiliki pengawasan yang masih lunak.

“Kita harus waspada terhadap tren jasa titip dan penumpang yang membawa barang impor, serta insiden viral yang dapat menunjukkan celah dalam pengawasan kita,” ulas Prof Rossanto.

“Persepsi bahwa pengawasan terhadap jasa titip kurang ketat harus diubah. Bea dan Cukai harus menerapkan ketentuan pajak secara konsisten untuk menjaga keadilan dan melindungi industri domestik,” imbuhnya.

Prof Rossanto juga menyoroti preferensi konsumen Indonesia terhadap barang impor dipengaruhi oleh budaya populer.

“Biasanya masyarakat sering kali mencari produk-produk yang terkait dengan tren tersebut. Sedangkan produk domestik sendiri sering kali masih kalah tren dibandingkan dengan produk impor,” ujarnya.

Alih-alih, Menurut Prof Rossanto, produsen lokal mengalami tantangan dalam beradaptasi terhadap tren global.

“Kalau kita lihat, masih banyak UKM masih beroperasi di pasar tradisional dan belum naik ke level yang lebih tinggi, menunjukkan adanya tantangan daya saing yang signifikan,” pungkasnya.

Strategi Pemasaran dan Dukungan Pemerintah

Dalam mengatasi tantangan ini, Prof Rossanto menyebut bahwa strategi pemasaran yang efektif dan dukungan pemerintah menjadi kunci.

Ia menyarankan para produsen untuk melakukan penyesuaian bahan baku berdasarkan segmentasi pasar, inovasi dalam produksi, penentuan target pasar yang spesifik, dan pemanfaatan jaringan untuk pemasaran guna mencapai keunggulan kompetitif.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia telah menyediakan program permodalan dengan bunga yang lebih rendah untuk membantu UKM mengatasi biaya modal yang tinggi. Ini termasuk kredit investasi dan kredit modal kerja yang ditawarkan dengan bunga di bawah pasar.

“Para pelaku UMKM mungkin dapat memanfaatkan program-program permodalan yang digelontorkan oleh pemerintah. Kalau kita memanfaatkan pinjam modal skema pemerintah kita hanya akan mendapatkan bunga 3-6 persen saja. Berbeda dengan pinjaman di bank yang bisa mencapai 12 persen,” ungkap Prof Rossanto.

“Dengan begitu, langkah-langkah ini diharapkan dapat mencegah kebangkrutan yang dapat menyebabkan pengangguran dan masalah sosial, serta melindungi produsen domestik dari persaingan barang impor,” tutupnya.

 

 

 

 

Editor : Alim Kusuma

Berita Terbaru