Cover buku karya Trisnadi Marjan berjudul "Erupsi Gunung Berapi di Pulau Jawa". INPhoto/Trisnadi Marjan

SURABAYA, iNFONews.ID - Bencana seperti erupsi gunung berapi menjadi daya tarik bagi fotografer, terutama jurnalis foto. Para pewarta foto itupun biasanya sigap dan tidak berpikir pajang begitu mendapatkan informasi bencana alam.

"Menantang tapi juga harus sangat mawas diri. Tak ada karya seharga nyawa. Bahwa saat terjun ke lokasi bencana, termasuk di dalamnya bencana erupsi gunung berapi, yang harus diperhatikan adalah keselamatan diri," begitu kata Trisnadi Marjan, dikutip dari buku karyanya berjudul "Erupsi Gunung Berapi di Pulau Jawa".

Buku foto setebal 100 halaman tersebut membingkai dampak erupsi dengan apik. Trisnadi mengabadikan peristiwa meletusnya Gurung Merapi, Gunung Kelud dan Gunung Semeru. Ia juga membagikan tips motret gunung berapi.

"Melalui buku ini, saya ingin berbagi cerita, berbagi pesan dan berbagi kisah tentang mengabadikan momentum bencana alam lewat bidikan lensa kamera. Setiap karya yang dihasilkan dan tersajikan melalui buku ini dihasilkan melalui perhitungan yang matang dengan memperhatikan segala prinsip fotografi dan prinsip meliput bencana," kata Trisnadi.

Jurnalis foto senior ini memahami bahwa setiap naluri seorang jurnalis foto, ketika ada peristiwa bencana, pasti dalam hatinya getaran ingin segera berangkat memotret dan mengambil gambar akan selalu muncul. Kadang bahkan terlalu tergesa-gesa sampai-sampai tidak melakukan persiapan yang matang.

"Tapi menurut saya, itu salah. Sejak sebelum berangkat harus melakukan persiapan yang sangat matang. Peralatan keamanan diri harus dipastikan dibawa. Jaket, sepatu boot, perlengkapan pertolongan pertama harus sudah ada di dalam tas. Sepatu boot sangat penting karena abu vulkanik di lokasi erupsi sangat panas bahkan bisa melelehkan alas kaki," tuturnya.

"Untuk saya pribadi, ketika terjun ke lokasi bencana memotret erupsi gunung berapi, yang saya bawa salah satunya adalah kondom. Jangan berpikiran kotor dulu. Alat ini bagi saya masuk dalam alat keselamatan," lanjutnya.

Alat kotrasepsi ini berguna sebagai petunjuk arah angin. Cara penggunaannya dengan meniup kondom seperti balon dan mengikatnya di ranting pohon. Beban kondom yang ringan karena terbuat dari sintetis tipis akan bergerak mengikuti arah angin.

Pergerakan angin ini sekaligus menunjukkan arah gerakan awan panas atau wedus gembel jika terjadi erupsi. Sehingga seorang fotografer harus mencari posisi yang berlawanan. Demikian pula dengan tanda-tanda erupsi harus dikenali dengan betul untuk memperkirakan situasi yang akan terjadi.

Selain itu HT juga sangat penting. Alat komunikasi HT penting dibawa untuk berkoordinasi dengan rekan atau petugas di lapangan.

Jika ada kejadian tak terduga dan butuh pertolongan HT bisa menjadi alat yang sangat diandalkan. Termasuk untuk sumber informasi jika ada peningkatan aktivitas vulkanis.

Trisnadi berharap, karya-karyanya yang dibingkai dalam buku bisa menjadi sarana berbagi ilmu bagi seluruh jurnalis foto dan fotografer, terutama yang akan dan bersiap untuk turun langsung ke lokasi bencana erupsi gunung berapi.

"Buku ini tentu tak sempurna. Namun dari ketidaksempurnaan itu saya harap akan lebih banyak manfaat yang bisa dibagi," tandasnya.

Editor : Alim Kusuma

Berita Terbaru