YLPK Jatim Desak Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan
INFOnews.id | Surabaya - Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mendesak pemerintah segera menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Desakan itu disampaikan dengan alasan guna menekan meningkatnya konsumsi gula secara berlebihan yang menyebabkan diabetes dan prevalensi penyakit menular yang mematikan.
Pihaknya juga menyinggung rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan segera mengkaji aturan cukai MBDK, pada 2019. Namun, hingga saat ini tahun 2024 aturan MBDK tak kunjung diterapkan.
Padahal, tahun lalu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah merestui Kementerian Keuangan menerapkan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan berlaku pada 2023. Itu tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023, yang ditandatangani pada 30 November 2022.
“Hingga saat ini sudah hampir lima tahun penerapan MBDK di Indonesia tak kunjung direalisasikan,” kata Sekretaris Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Mukharrom Hadi Kusumo, SH, MH, Kamis (11/1/2024).
Lanjut Mukharrom, padahal keberadaan cukai MBDK sudah sangat urgen, mengingat jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 29,5 juta dengan peningkatan dua kali lipat, dan juga diderita usia muda.
“Itu disebabkan tingginya konsumsi gula penduduk Indonesia yang mencapai 5,5 persen konsumsi gula lebih dari 50 gram per hari. Ironisnya, terbanyak dilakukan anak-anak dan remaja yakni 25,9 persen di usia kurang dari 17 tahun,” tegas Mukharrom, sambil memaparkan data Survei Konsumsi Minuman Berpemanis Kemasan yang dilakukan YLPK di 10 kota di Indonesia, 2023 lalu.
Lanjut lelaki itu, bahwa tingginya konsumsi gula masyarakat, salah satunya disebabkan mudahnya akses MBDK karena ketiadaan aturan produksi dan distribusi.
“Padahal dengan regulasi yang mengatur pemasaran produk-produk berpemanis, khususnya kepada anak-anak dan remaja sebenarnya dapat mengurangi dampak pemasaran agresif,” tegasnya.
Dia mencontohkan, bahwa perubahan harga dapat mempengaruhi perilaku konsumen minum minuman berpemanis dalam kemasan. Dari beberapa studi empiris menunjukkan bahwa cukai dapat mengurangi konsumsi makanan yang tidak sehat sehingga akan berdampak luas pada kesehatan masyarakat.
Dirinya juga menyebut, bahwa pemahaman masyarakat tentang cukai juga masih terbatas. Dikatakan, dari hasil Survei Konsumsi Minuman Berpemanis Kemasan menunjukkan pendukung kenaikan cukai sebanyak 51 persen.
“Hal ini tentu sebagai upaya pengendalian konsumsi. Dan peningkatan pemahaman ini dapat mempengaruhi keputusan pembelian dan perilaku konsumsi,” tegasnya.
Terkait itu, Mukharrom mengingatkan, bahwa penerapan cukai sangat penting, karena pengenaan cukai pada MBDK dapat mengurangi beban pembiayaan pemerintah terhadap penanganan penyakit tidak menular yang ditimbulkan seperti diabetes.
“Ingat, tarif cukai yang rendah tidak menghasilkan dampak yang signifikan. Pendapatan cukai bisa dialokasikan untuk meringankan beban BPJS kesehatan. Pemerintah harus membuat regulasi untuk mengaturnya,” tegasnya.
Terkait itu, YLPK Jatim memberikan rekomendasi bahwa pemerintah harus segera menindaklanjuti penerapan cukai MBDK, tahun ini sebagai langkah serius mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak-anak dan remaja.
“Termasuk penerapan cukai MBDK yang lebih tinggi dari 25 persen berdasarkan kandungan gula tanpa pengecualian secara komprehensif,” pintanya.
Pemerintah juga harus segera membuat peraturan dan kebijakan mengatur MBDK pada anak-anak dan remaja yang dapat membantu mengurangi dampak pemasaran agresif, termasuk informasi label yang menyesatkan konsumen.
Di akhir, Mukharrom menegaskan YLPK Jawa Timur meminta kepada pemerintah untuk hadir melindungi kesehatan konsumen.
“Caranya harus dengan segera melakukan penerapan cukai terhadap MBDK,” tandasnya. (inf/rls/tji)
Editor : Tudji Martudji