Penegasan Para Kiai Sepuh Nahdlatul Ulama se-Indonesia, Terkait PKB
SURABAYA, iNFONews.ID - Kiai dari seluruh Indonesia berkumpul, mereka melakukan pertemuan tertutup di rumah bersejarah yang kini menjadi Kantor PCNU, di Jalan Bubutan VI No 2, Surabaya, Selasa (19/8/2024).
Usai pertemuan, K.H. Muhammad Anwar Iskandar, Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan keterangan kepada media, terkait pertemuan yang diikuti. Disampaikan, bahwa pertemuan menyangkut sikap tegas PBNU terhadap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Pertama, bahwa langkah-langkah yang dilakukan dalam memperbaiki hubungan antara NU dan PKB ini adalah langkah organisatoris, didasari fakta sejarah yang dilakukan sebelum partai itu (PKB) dilahirkan. Dimulai para kiai-kiai seluruh Indonesia, yang saat itu berkumpul di Jatim, di Langitan, Jateng di Rembang dan di Jabar. Waktu itu ada sinyal dari PBNU agar mendirikan partai politik. Aspirasi itu juga ditindaklanjuti secara organisatoris oleh PBNU dengan membentuk Tim 5, diketuai Ma'ruf Amin, Said Agil dan lainnya, serta tim asistensi lima orang. Tim ini melahirkan konsep yang kemudian muncul PKB. Kemudian di deklarasikan, oleh Ilyas Ruhkiyat, Muklis, Bisri Mustofa, Kiai Abdul Rahman Wahid. Kemudian PBNU memberikan instruksi, agar PWNU di seluruh Indonesia untuk memfasilitasi, dan partai ini dibekali dengan AD/ART dan nilai-nilai moral," urainya mengawali penjabaran hasil pertemuan siang, hingga sore itu.
"Keterangan saya ini, artinya menguatkan realitas bahwa hubungan NU dan parpol ini hubungan sejarah, organisatoris, ideologis dan lainnya. Jadi, kalau ada yang mengatakan NU dengan PKB tidak ada hubungan, orang itu ahistoris yang tidak bisa diterima realita kehidupan," tegasnya.
Kemudian, dalam perjalanannya sejak 15 tahun lalu, prinsip-prinsip yang digariskan oleh the founding father pendiri partai ini, terjadi penyimpangan-penyimpangan dan yang paling prinsipil adalah mendongead, mengkebiri bahkan menghilangkan kepemimpinan ulama yang diamanatkan, bahwa ulama memegang amanat tertinggi partai. Lebih resmi lagi adalah hilangnya fungsi ulama di dalam partai, yakni saat Muktamar di Bali.
Peran ulama menjadi hilang, didalam keputusan partai tidak ada peran ulama, semua diambil alih ketua umum partai. Penyimpangan ini, tentu tidak boleh terjadi, karena fitrah, dan PKB dibuat itu untuk memberi wadah kepada ulama guna menyalurkan aspirasi politiknya. Oleh karena itu, kami dan NU dalam melaksanakan hak dan kewajiban, dan ini bukan urusan intervensi apalagi mengambil alih. Tetapi, antara yang mendirikan dan yang didirikan bagai bapak dan anak. Di sana terikat hak hak dan kewajiban. Dan, kami akan melaksanakan kewajiban-kewajiban itu, hak-hak itu dalam rangka meluruskan, mengembalikan partai ini terhadap hal yang menyimpang, kepada kebenaran yang sesuai dengan prinsip- prinsip partai seperti yang didirikan.
"Jadi, kami rapat pada hari ini adalah memberi mandat kepada pengurus besar, kiai memberi mandat kepada pengurus besar kepada ketua umum agar melakukan langkah strategis supaya Ar Ruju' illah Haq, kembali kepada kebenaran, benar dalam mengembalikan fungsi ulama, benar dalam menjalankan keterbukaan dan akuntabilitas, benar pengelolaan keuangan, benar dalam menempatkan kader-kadernya, benar dalam menjalankan musyawarah yang selama ini sudah tidak ada lagi. Itu, yang bisa dijelaskan, selebihnya Ketua Umum PBNU juga akan menjelaskan," urainya.
Kemudian, Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf juga memberikan penegasan bahwa PKB saat ini, sudah menyimpang.
"Sebagaimana tempo hari yang saya jelaskan, bahwa posisi NU dalam kerangka politik secara umum, dalam hal ini adalah posisi masyarakat sipil yang memiliki aspirasi kepada partai politik, dalam hal ini PKB. Kami sudah melakukan berbagai ikhtiar untuk mengartikulasikan. Dan, kami akan melakukan sesuai kedudukan NU sebagai sipil society, bagian dari masyarakat sipil yang dibenarkan oleh aturan tatanegara dan hukum agar aspirasi para kiai dan NU ini bisa terwujud," tegasnya. (inf/tji/red)
Editor : Tudji Martudji