Mafia Tanah Berulah, Dilaporkan ke Polda Jatim
SURABAYA, INFONews.ID - Ismet, Subagyo & Partner Advokat dan Konsultan Hukum atas nama kliennya Supandi, yang menjadi korban permainan mafia tanah menyambut baik terbitnya Surat Penyidik Polda Jatim kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Nomor B/172/V/RES.1.9/2024/DITRESKRIMUM, tentang Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), tertanggal 21 Mei 2024.
Subagyo menguraikan, kliennya menjadi korban penipuan dan pemalsuan dokumen kwitansi palsu, sehingga menderita kerugian 5 sertifikat tanah miliknya senilai Rp 11 miliar.
"Atas peristiwa itu klien kami melaporkan Gunadi Yuwono warga Malang seorang investor dari beberapa koperasi, diantaranya koperasi Makmur Sejati Jatim, yang diduga terlibat dalam tindak pidana membuat dan menggunakan kuitansi tertanggal 24 Februari 2017, yang seolah-olah Supandi menjual tanah miliknya, luas seluruhnya 5764 meter persegi, padahal klien kami tidak pernah menjual," urai Subagyo didepan wartawan di Surabaya, Jumat (14/4/2024).
Lanjut Subagyo, ke lima sertifikat hak milik (SHM) kliennya yang dikuasai dengan cara melawan hukum oleh Gunadi Yuwono yakni, 1. SHM No 1360 / Desa Kalisongo, luas 958 m2
2. SHM No 1478 / Desa Kalisongo, luas 1630 m2
3. SHM No 02574 / Desa Kalisongo, luas 562 m2
4. SHM No 02551 / Desa Kalisongo, luas 450 m2
5. SHM No 02575 / Desa Kalisongo, luas 2164 m2.
Perkara tersebut bermula ketika Supandi mengajukan kredit ke Koperasi Unggul Makmur, karena membutuhkan dana proyek perumahan di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, dengan jaminan 6 (enam) SHM, yang 5 (lima) SHM diantaranya adalah 5 (lima) SHM, yang disebut di atas.
"Gunadi Yuwono sebagai bos koperasi tersebut menyetujui dan meminta anaknya bernama Ryandi Prakarsa Yuwono untuk menerbitkan Surat Keterangan KSU Unggul Makmur Nomor 001/SK/KUM/II/2017 tanggal 22 Pebruari 2017 untuk memberikan kredit uang sebesar Rp 1,6 miliar kepada klien kami Supandi. Selanjutnya, pada tanggal 24 Februari 2017, Supandi dan isterinya diminta menandatangani Akta Notaris di kantor Notaris Duri Astuti di Kota Malang, serta menandatangani kuitansi kosongan sebanyak 2 (dua) lembar kuitansi. Akta-akta Notaris tersebut tidak dibacakan dan dikira oleh Supandi sebagai akta perjanjian utang," urai Subagyo.
Kemudian, di tahun 2021 Supandi baru mengetahui bahwa ternyata akta yang ditandatanganinya di kantor Notaris Duri Astuti adalah Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) terhadap tanah 5 (lima) sertifikat miliknya tersebut.
"Klien kami Supandi baru mengetahui hal itu setelah tanggal 7 Juli 2021, saat meminta salinan Akta PPJB tersebut (Akta No. 30 Tanggal 24 Februari 2017) dari pemegang protokol Notaris Duri Astuti, yakni Notaris Junjung Handoko Limantoro di Kota Malang. Artinya, Supandi merasa telah dijebak oleh Gunadi Yuwono dan pihak Koperasi Unggul Makmur. Dan, perlu rekan-rekan media ketahui bahwa isi kuitansi tertanggal 24 Februari 2017 yang dilaporkan oleh Supandi tersebut menyatakan seolah Supandi telah menjual semua tanah miliknya kepada Gunadi Yuwono, dengan pelunasan harga sebesar Rp 1 miliar, disinilah semakin tampak kejanggalan dan manipulasi yang dilakukan Gunadi Yuwono untuk melawan hukum, menguasai sertifikat dengan cara tidak benar," terang Subagyo.
Di dalam Akta PPJB No. 30 tanggal 24 Februari 2017 tersebut di- cantumkan harga sebesar Rp 1,6 miliar. Berarti seolah tanah tersebut dijual seharga sekitar Rp 278.000,-/m2. Padahal, Supandi membeli tanah tersebut di tahun 2015 seharga sekitar Rp 650.000,-/m2, sehingga mustahil tanah tersebut dijual oleh klien kami seharga Rp 278.000,-/m2 pada tanggal 24 Februari 2017.
"Silahkan, ini juga dicermati," lanjut Subagyo sambil menunjukkan sejumlah dokumen termasuk kuitansi palsu dan sengaja dipalsukan dengan tertulis nominal rupiah yang tidak wajar.
Berdasarkan catatan pembukuan yang dibuat oleh Gunadi Yuwono dan Koperasi Unggul Makmur realisasi uang pinjaman yang diterima oleh Supandi tanggal 24 Februari 2017 adalah Rp 1,6 miliar, tetapi dipotong provisi pinjaman sebesar Rp 69 juta, sehingga yang disetorkan kepada Supandi hanya Rp 1.531.000.000,
Untuk diketahui, Supandi melapor ke Polda Jawa Timur 27 Juni 2022, dengan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/B/349.01/VI/- 2022/SPKT/POLDA Jawa Timur, tanggal 27 Juni 2022.
Setelah sekitar hampir dua tahun penyelidikan, hari ini meningkat ke level Penyidikan dengan terbitnya Surat Penyidik POLDA Jawa Timur Nomor B/172/V/RES.1.9./2024/Ditreskrimum, tanggal 21 Mei 2024 tersebut.
Subagyo dan Supandi pun mengapresiasi kinerja Polda Jatim, terbukti meningkatnya status pemeriksaan perkara pidana dari penyelidikan ke penyidikan.
Sesuai Pasal 1 angka 5 dan angka 2 KUHAP, penyelidik telah menemukan peristiwa hukumnya tentang tindak pidana tersebut, sehingga penyidik terus kita dorong untuk mengupayakan bukti yang terang terkait tindak pidana tersebut dan menetapkan tersangkanya.
"Kami sebagai kuasa hukum dan juga klien kami Pak Supandi sangat mengapresiasi kinerja Polda Jawa Timur. Apalagi ini kasus yang kerap atau banyak terjadi yang dilakukan oleh mafia tanah. Kita semua tahu, pemerintah melalui Menteri ATR dengan tegas siap memberantas praktik-praktik kotor para mafia tanah," tegas Subagyo.
Untuk diketahui, kuitansi tertanggal 24 Februari 2017 tersebut isinya seolah-olah Supandi menerima pembayaran Rp 1 miliar dari Gunadi Yuwono untuk pelunasan harga tanah milik Supandi, padahal Supandi tidak pernah menerima uang sebesar Rp 1 miliar tersebut dari Gunadi Yuwono.
Tulisan tangan di kuitansi tersebut juga bukan tulisan tangan Supandi atau isterinya. Uang yang diterima Supandi dari Gunadi Yuwono atau Koperasi Unggul Makmur pada tanggal 24 Februari 2017 adalah uang pinjaman (utang) sebesar Rp 1,6 miliar, tetapi dipotong provisi pinjaman sehingga hanya diterima sebesar Rp 1.531.000.000,-, dan itu dibuktikan dalam catatan pembukuan koperasi atau Gunadi Yuwono yang salinannya dahulu diberikan kepada Supandi oleh karyawan keuangan di koperasi.
Bukti kuitansi palsu tersebut juga dipakai oleh Gunadi untuk menggugat Supandi di dalam perkara No. 137/Pdt.G/2021
/PN.Kpn, sehingga hal itu merugikan Supandi.
Pihaknya mendesak kepada Penyidik Polda Jawa Timur untuk bersungguh-sungguh dalam menangani perkara ini, berangkat dari penyelidikan yang memakan waktu terlalu lama, yakni sekitar hampir dua tahun, seolah-olah perkara ini merupakan perkara level berat.
Subagyo menegaskan, upaya hukum pidana yang dilakukan kliennya bagian dari perlawanan terhadap gejala mafia tanah yang memanfaatkan institusi penegak hukum untuk melegalkan aksinya. Apabila Polda Jawa Timur sukses dalam membawa perkara ini ke Penuntut Umum, dan Penuntut Umum (Kejaksaan Tinggi Jawa Timur) sukses membawa perkara ini ke Pengadilan, dan Pengadilan memberikan hukuman setimpal kepada para pelaku praktik mafia tanah, maka ini akan menjadi pelajaran berharga kepada para mafia tanah, untuk tidak main-main melakukan penipuan dan kejahatannya.
"Jadi, ini membuktikan bahwa hubungan Supandi dengan Gunadi Yuwono adalah jelas-jelas utang piutang, bukan jual beli tanah. Inilah bukti, kalau tidak ada kejahatan yang sempurna," pungkas Subagyo. (inf/tji/red)
Editor : Tudji Martudji