Literasi Hukum Mampu Cegah KDRT Yang Berujung Perceraian
Sosialisasi metode non litigasi ini pernah dicoba dilaksanakan di RW 3 Kecamatan Taman, Kelurahan Bebekan, Kabupaten Sidoarjo. INPhoto/Pool
INFONews.id I Sidoarjo - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik secara fisik, psikis dan penelantaran ekonomi dapat membawa dampak buruk terhadap langgengnya suatu hubungan perkawinan yang telah dibangun sejak awal. Sehingga tindakan ini tidak dapat ditolerir dan dapat mengganggu hak asasi korban terlepas perannya sebagai suami, istri ataupun anak dalam keluarga.
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan angka perceraian tinggi di Indonesia utamanya perceraian yang terjadi akibat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sidoarjo.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur yang diperoleh melalui situs resminya menunjukkan bahwa hingga September 2020, total perceraian di Provinsi Jawa Timur telah mencapai 55.747 kasus dimana sebelumnya hanya 8.303 kasus.
Fenomena ini sesungguhnya dapat dicegah dan ditanggulangi dengan mengedepankan metode non litigasi. Yakni melalui metode mediasi dalam lingkungan keluarga itu sendiri, baik dengan ataupun tanpa bantuan dari lembaga advokasi sebagai pihak ketiga atau supporter seperti Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak dan Biro Bantuan Hukum.
Upaya pencegahan melalui sosialisasi metode non litigasi ini pernah dicoba dilaksanakan di RW 3 Kecamatan Taman, Kelurahan Bebekan, Kabupaten Sidoarjo, oleh tim Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kegiatan yang dikordinir oleh Dr. Ari Purwadi, SH, MHum tersebut dikemas dengan sosialisasi yang melibatkan masyarakat dengan mayoritas profesi sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta, perangkat Desa dan tokoh agama setempat.
Ari Purwadi mengatakan, sosialisasi berfokus pada aspek hukum dari UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan pelaksana terkait.
Berdasarkan tanggapan dari peserta sosialisasi dan pelatihan menunjukkan bahwa materi yang diberikan bermanfaat. Karena selama ini mereka telah tanpa sadar dan tanpa sengaja melakukan kekerasan kepada suami/istri, anak, orang tua maupun saudara dekat.
"Begitu pula dengan mereka yang tanpa sadar telah menjadi korban secara psikis baik verbal maupun non verbal, karena memang kekerasan jenis ini lebih sulit dilacak, diukur dan dibuktikan," terangnya, Kamis (29/8).
Kata dia, melalui diskusi interaktif akhirnya masyarakat Desa Bebekan mengetahui cara membedakan antara kekerasan dalam rumah tangga psikis secara verbal dan non verbal. Cara mencegah terjadinya hal tersebut hingga cara melaporkan ke perangkat desa setempat sebelum dilaporkan ke nomor pengaduan masyarakat yang disediakan secara resmi oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo serta cara menyelesaikan secara kekeluargaan.
"Untuk ke depannya sebaiknya perlu diadakannya sosialisasi sejenis terkait KDRT di daerah lain di area Jawa Timur demi menjangkau cakupan yang lebih luas, guna mewujudkan kemandirian masyarakat dalam menyelesaikan kasus KDRT secara mandiri dan kekeluargaan sehingga tidak menyebabkan semakin tingginya angka perceraian di Jawa Timur," pungkasnya. (Lim).
Editor : Alim Kusuma