Yousri Nur Raja Agam (Foto:IN/ist)

INFOnews.id | Surabaya - PUNCAK Peringatan Hari Pers Nasional  (HPN) 2021, di masa pandemi Covid-19 ini, diselenggarakan secara virtual oleh Panitia HPN dari Ancol, Jakarta Utara pada tanggal 9 Februari 2021.

Panitia Nasional HPN bersama PWI Pusat menyerukan kepada seluruh PWI Provinsi, PWI Kabupaten dan Kota, serta konstituen Dewan Pers lainnya untuk bersama-sama mengikutinya.

Ketua Panitia HPN 2021, Auri Jaya, mengatakan peringatan HPN 2021 memang, dicanangkan sebagai HPN pertama yang di selenggarakan secara virtual. Diharapkan diikuti  secara serentak oleh seluruh konstituen Dewan Pers. Jadi bukan hanya wartawan saja. Tetapi juga komponen pers lainnya.

Masyarakat dan Konstituen

Peringatan HPN yang dirayakan  setiap tahun tanggal 9 Februari, merupakan milik seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya milik wartawan. Bukan pula milik organisasi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan konstituen Dewan Pers semata. Tetapi, kepunyaan seluruh insan pers dan masyarakat Pers di Indonesia lainnya. 

Sejak awal era reformasi penyelenggaraan HPN ini sering dipermasalahkan dan dipergunjingkan oleh kelompok pers tertentu. Maka menjelang HPN, 9 Februari 2021 ini, layak kiranya saya mengingatkan kepada masyarakat pers, mengungkap tentang riwayat HPN itu. Pengertian masyarakat pers atau komponen pers, adalah semua yang terlibat dalam kegiatan pers. Mulai dari wartawan atau jurnalis, perusahaan penerbitan suratkabar, majalah, bulletin, pengelola siaran radio, televisi, multimedia dan mediamassa lainnya. 

Apalagi sekarang masa kebangkitan  media siber atau online. Juga ada organisasinya. Di samping itu, juga perusahaan pemasaran, periklanan dan grafika pers. Biasa dikenal dengan nama organisasi  SPS (Serikat Perusahaan  Suratkabar/Pers), Persatuan Perusahaan Perikanan Indonesia (P3I) dan Serikat Grafika Pers (SGP). Bahkan masuk pula sebagai komponen pers  adalah lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan pers, seperti: DewanPers, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dinas Kominfo di daerah, serta lembaga dan badan kehumasan. Baik kalangan  pemerintahan, maupun swasta. 

Jadi insan pers yang harus dilibatkan di era reformasi pada HPN, bukan hanya PWI, tetapi seluruh konstituen Dewan Pers, yaitu organisasi pers yang terdaftar, jumlahnya sekitar 30 pada saat awal reformasi.

Di antara konstituen Dewan Pers itu antara lain: AJI (Aliansi Jurnalis Independen), KWRI (Komite Wartawan Reformasi Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia),  PJI (Persatuan Jurnalis  Indonesia). Dan lain-lain semua yang terdaftar atau menjadi konstituen di Dewan Pers. Termasuk dua pengelola siaran pers Pemerintah, yakni RRI (Radio  Republik  Indonesia) dan TVRI (Televisi Republik Indonesia).

Tidak hanya itu, di era kebangkitan digital sekarang ini, aktivitas media siber dan online juga luar biasa. Ini juga  diikuti dengan bermunculan organisasi yang  menghimpun para pengelola  media siber ini.

Ada AMSI (Asosiasi Media  Siber Indonesia), SMSI (Serikat Media Siber Indonesia), ada JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) dan masih banyak lagi nama organisasi  lainnya.

HPN yang diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari, memang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) PWI, ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985 Berawal dari Padang Perlu kiranya saya ungkap proses lahirnya HPN ini.

Berawal dari Kota Padang, Sumatera Barat, 43 tahun silam, tahun 1978. Waktu itu berlangsung Kongres ke-28 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Saat itulah tercetus gagasan perlu adanya peringatan hari besar Pers di Indonesia. Dalam satu butir hasil kongres itu  ditetapkan PWI mengusulkan kepada Pemerintah, perlu adanya hari besar Pers Indonesia yang dirayakan dan diperingati  tiap tahun.

Salah satu usulan, namanya disebut Hari Pers Nasional (HPN). Usul inipun disampaikan pada sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981. Kemudian persetujuan Dewan Pers ini dilanjutkan kepada pemerintah, sekaligus usul menetapkan tentang HPN itu. 

Presiden Soeharto menyambut baik usulan itu. Kemudian terbitlah Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985, tanggal 23 Januari 1985 yang menetapkan HPN dilaksanakan setiap tanggal 9 Februari. Di dalam Keputusan Presiden Soeharto itu dinyatakan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

Penetapan tanggal HPN,  memang dikaitkan dengan terbentuknya PWI di Surakarta, pada 9 Februari 1946. PWI menjadi wadah untuk para wartawan yang pertama di Indonesia setelah Kemerdekaan Ri tahun 1945. Pada 9 Februari 1946, wartawan-wartawan mengadakan kongres pertamanya di Surakarta untuk membentuk PWI.

Kita harus mengakui,  ditetapkan 9 Februari sebagai HPN merujuk kepada hari lahir PWI  tanggal 9 Februari 1946.  Tidak terbantahkan, PWI adalah organisasi perjuangan dan pemersatu pers di saat awal Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemudian di zaman Orde Baru (Orba) dikenal sistem wadah tunggal untuk organisasi.

Waktu itu, Menteri Penerangan RI, menetapkan bahwa PWI adalah wadah tunggal  atau satu-satunya organisasi wartawan. Masalah wadah tunggal ini, juga berlaku  untuk berbagai organisasi di zaman Orba.

Untuk guru wadah tinggalnya: PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), Buruh: FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia)  kemudian  diubah jadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), Dokter: IDI (Ikatan  Dokter Indonesia), Bidan: IBI (Ikatan Bidan Infonesia), Advokat: Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) dan sebagainya. Pokoknya serba satu  wadah tunggal. 

Kita tahu, memang reformasi yang diawali oleh kepemimpinan Presiden  BJ Habibie, benar-benar membuka kran demokrasi. Kebebasan berserikat tidak  lagi menggunakan sistem wadah tunggal.

Maka di dunia kewartawanan, terbukti, PWI bukan lagi  wadah tunggal organisasi  wartawan. Saat Kode  Etik Jurnalistik (KEJ) PWI  diubah menjadi  KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia), yang disepakati 26 organisasi wartawan dalam pertemuan di Bandung, 6 Agustus 1999. 

Namun KEWI diubah  kembali menjadi KEJ, berdasar kesepakatan 29 organisasi  wartawan di Jakarta, 14 Maret 2006. Dasar kesepakatan  mengubah KEWI kembali  menjadi  KEJ, karena dalam Undang-Undang (UU) Nomot 40 tahun 1999 tentang Pers, tidak ada sebutan KEWI, tetapi KEJ.  Nah, KEJ yang disepakati 29 organisasi wartawan itu dikukuhkan  menjadi Keputusan Dewan Pers  Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik. KEJ dengan 11 pasal itu, disertai dengan penafsirannya.

Nah, sejak reformasi dalam  peringatan HPN kelihatan  sebagai  panitia penyelenggara masih didominasi oleh PWI, SPS dan Dewan Pers. Organisasi pers lainnya  kelihatan masih "malu malu" atau memang tidak diajak serta oleh PWI  dan Dewan Pers. 

Menurut saya, seyogyanya kepanitiaan dan penyelenggara HPN itu adalah gabungan  dengan kebersamaan seluruh unsur komponen pers atau masyarakat pers di Indonesia.

Dirgahayu. Selamat HPN 2021 dan Selamat HUT ke-75 PWI, 9 Februari 1946 - 9 Februari 2021.

*) Yousri Nur Raja Agam -- Dewan Pakar PWI Jatim.

Editor : Tudji Martudji

Berita Terbaru