GKR Hemas: Money Politik Turun, ASN Tak Netral Meningkat Tajam
INFOnews.id | Yogyakarta - Anggota DPD RI, GKR Hemas mengatakan dalam pelaksanaan pilkada potensi money politik terus menurun diberbagai pelaksanaan pilkada namun kasus yang meningkat adalah ketidaknetralan Aparatur Sipil Negera (ASN).
"Yang sangat menjadi perhatian DPD di seluruh provinsi adalah keterlibatan ASN yang ada di Kabupaten yang sangat luar biasa dan ini pekerjaan bagi Bawaslu," kata Hemas, di sela-sela Kunjungan Kerja (Kunker) di Jembatan Gantung Tegaldowo, Desa Bantul, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (13/11/2020).
Maraknya ketidaknetralan ASN dalam pilkada setidaknya terlihat di dua pilkada di kabupaten di DI Yogyakarta, sehingga harus ada ketegasan dari Bawaslu untuk menindak ASN yang tidak netral sesuai dengan peraturan yang ada.
"Harus ada ketegasan dari Bawaslu, KPU juga harus memberi masukan kepada Bawaslu," ucapnya.
Money politik kata Ratu Keraton Yogyakarta meski potensinya menurun, namun hal tersebut bisa terjadi dan yang melakukan politik uang adalah calon kepala daerah yang kaya dan punya uang.
"Kalau money politik walaupun masyarakat butuh namun potensinya lebih kecil dari pada keterlibatan ASN dalam kampanye dan yang bisa melakukan money politik hanya bisa dilakukan calon kepada daerah yang kaya," ungkap istri Sri Sultan HB X ini.
Hemas berpesan kepada masyarakat Bantul yang akan menggunakan hak pilihnya pada 9 Desember 2020 mendatang harus cerdas memilih dan berharap tidak ada keributan dan kerusahan.
"Jadi serahkan kepada masyarakat yang bisa menilai sendiri calon pemimpinnya," ucapnya.
Terpisah, ajakan kepada masyarakat Bantul agar tidak tergiur money politik saat pilkada 9 Desember 2020 juga disuarakan oleh pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Ketua Karang Taruna Kabupaten Bantul, Nur Kholis mengatakan dalam kondisi pandemi dengan terpuruknya ekonomi godaan money politik cukup menggiurkan bagi masyarakat namun dampaknya, masyarakat akan digadaikan hak-haknya selama lima tahun ke depan.
"Kami pemuda di Bantul mengajak masyarakat jangan menggadaikan hak-haknya selama lima tahun hanya demi uang recehan Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu," katanya.
Money politik, kata Nur Kholis merupakan bibit dari tindak korupsi karena calon pemimpin yang menggunakan money politik untuk mendapatkan suara dipastikan akan mencari uang sebanyak-banyaknya yang digunakan untuk money politik bisa kembali.
"Salah satu cara untuk mengembalikan uang yang paling mudah adalah korupsi. Kalau korupsi yang dirugikan adalah rakyat," ungkapnya.
Lebih lanjut Nur Kholis juga mengatakan siap untuk menggerakkan seluruh kader Karang Taruna se Kabupaten Bantul untuk memantau pergerakan money politik karena kader dan anggota Karangtaruna juga menjadi anggota PPK, PPS, KPPS bahkan menjadi anggota Panwascam, Panwas tingkat desa.
"Kita memang tidak punya kewenangan untuk memproses hukum namun kita siap untuk memberikan bukti-bukti jika ada tindak money politik untuk disampaikan kepada Bawaslu untuk ditindak lanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku," ujarnya. (daru)
Editor : Redaksi