Afinnisa Rasyida, S.Psi., M.Psi., Psikolog. INPhoto/Pool

INFONews.id I Surabaya - Bulan Ramadhan memiliki nuansa kekeluargaan yang kental. Bagaimana tidak, saat masa-masa bulan yang penuh berkah ini masyarakat Indonesia sering melakukan aktivitas-aktivitas bersama. Bagi takjil, buka bersama, sahur on the road, sholat tarawih, ngabuburit bareng, mudik, sudah menjadi keseharian warga Indonesia ketika bulan Ramadhan.

Namun, apa yang terjadi ketika hal-hal tersebut tidak bisa kita lakukan karena pandemi Covid-19? Bagaimana sebaiknya kita memaknai Ramadhan di tengah situasi pandemi Covid-19 ini? Untuk menjawab hal tersebut, kami berkesempatan untuk mewawancarai Afinnisa Rasyida, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya). Simak wawancaranya berikut ini!

 

Q: Bagaimana biasanya Ibu menjalani bulan Ramadhan?

Sejak bekerja, sebagai perantau (dan selalu merantau ketika bekerja) saya selalu menjalani bulan Ramadhan sendiri di tempat kos. Aktivitas bekerja saya jalani seperti biasa, dan tidak lupa juga berusaha meluangkan waktu untuk lebih banyak beribadah.

Biasanya, saya juga lebih meluangkan waktu untuk menjalin silaturahmi, baik dengan mengikuti banyak acara buka bersama atau sekedar berbuka dengan beberapa teman dekat saya. Ketika masa libur tiba, saya biasanya mudik kembali ke rumah orang tua untuk mempersiapkan sekaligus merayakan hari Kemenangan bersama. Tidak lupa, saya pun bersilaturahmi pada teman-teman yang ada dikampung halaman.

 

Q: Apa saja dampak Pandemi Covid-19 terhadap kebiasaan tersebut?

Era pandemi tentunya memberikan banyak perubahan dan berdampak pada setiap aspek kehidupan saat ini, khususnya pada tradisi dan ibadah kita selama di bulan suci.

Ibadah kita seperti berpuasa, sahur dan berbuka, tarawih berjamaah serta sholat Idul Fitri berjamaah merupakan ibadah yang biasa kita jalani di bulan ini. Himbauan untuk membatasi kegiatan dengan keramaian orang tentunya membuat Masjid menjadi sepi.

Kita dihimbau untuk tetap memaksimalkan ibadah kita di rumah atau tempat masing-masing. Semua ini tentunya butuh penyesuaian. Bagaimana supaya kita tetap dapat menjalankan perintah agama dan menjaganya supaya tidak mengurangi esensi dari ibadah tersebut.

Sahur keliling, berburu takjil di jalan, berbuka bersama, dan mudik ke kampung halaman juga merupakan tradisi yang kita rindukan acapkali Ramadhan datang. Namun, masa pandemi memaksa kita untuk menyingkirkan, mengurangi atau menunda beberapa tradisi tersebut.  Sesuai dengan anjuran pemerintah dan juga WHO, kita menerapkan physical distancing di masa Pandemi ini.

 

Q: Sangat berpengaruh ya Bu?

Iya, belum lagi dampak ekonomi yang muncul di era pandemi ini, seperti PHK, bangkrutnya bisnis, panic buying dan sulitnya perekonomian negara maupun dunia. Secara sadar kita diminta untuk hidup dengan sederhana, tidak berlebihan, dan berusaha saling membantu sesama. Panic buying yang sempat terjadi dan mengacaukan rantai distribusi kita harapkan tidak terjadi lagi. Perbuatan seperti bersedekah, infaq dan sadaqah justru menjadi perbuatan yang perlu kita tambah.

 

Q: Lalu bagaimana sebaiknya kita menjalani bulan Ramadhan di era Pandemi Covid-19 ini?

Bulan Ramadhan merupakan bulannya pengampunan, bulannya refleksi terhadap apa saja yang sudah kita lakukan selama satu tahun ke belakang. Supaya tidak terdampak pada aspek psikologis, kita perlu melatih kendali diri kita. Kita kendalikan apa yang memang bisa kita kendalikan dan lakukan, seperti contohnya mengikuti prosedur, himbauan dan protokol kesehatan untuk mencegah Corona menyebar luas.

Pada apa yang tidak bisa kita kendalikan, sebisa mungkin kita batasi persoalan tersebut. Fokus pada apa yang kita miliki akan mengurangi dampak kecemasan, kesepian, dan meningkatkan kebahagiaan kita.

Dengan adanya ketidakpastian dalam situasi ini, saya harap kita dapat menyesuaikan diri untuk merangkul ketidakpastian tersebut. Kita diharapkan dapat menerima perasaan negatif yang muncul dan lalu mengelolanya. Kita diharapkan dapat merubah pola pikir serta perilaku kita untuk lebih fleksibel menerima perubahan ini.

Hal ini diperlukan supaya kita tidak mengurangi esensi dari bulan Ramadhan itu sendiri. Saya harap semua orang, semua keluarga dimanapun mereka berada, masih dapat melaluinya dengan semangat dan memaknai Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

 

Q: Lalu bagaimana kita bisa membalas ‘kekangenan’ terhadap aktivitas yang biasanya dilakukan Bu?

Bagi kita makhluk sosial, kurangnya interaksi sosial yang saat ini terjadi dapat kita imbangi menggunakan teknologi. Saat ini, kita tetap dapat berinteraksi secara virtual. Kita perlu bersyukur walaupun dalam situasi seperti ini, kita memiliki teknologi yang mumpuni untuk tetap dapat bersilaturahmi walau jarak memisahkan.

Berbeda? Pastinya, namun pada akhirnya kita perlu berfokus pada apa yang kita punya, disinilah dukungan dari orang-orang terdekat dibutuhkan. Merasa kesepian? Wajar. Namun hendaknya kita tidak membiarkan perasaan ini berlarut-larut. Ingat, kita masih punya sumber daya untuk mengatasi perasaan ini.

Menjaga puasa, saya pikir justru bisa lebih mudah, karena kita tinggal di rumah dan bekerja di rumah. Tidak menghabiskan banyak waktu di jalan, tidak bekerja “berat” di kondisi cuaca yang panas, dan berada di sekitar orang yang kita sayang.

Perlu kita sadari bahwa di masa ini, kita perlu membuat jadwal rutin supaya kehidupan tetap berjalan seperti biasa. Disaat berpuasa, sebisa mungkin kita tetap menjaga imunitas tubuh dengan makan makanan yang sehat, berolahraga, berjemur, dan tidak lupa beribadah serta berdoa.

 

Q: Berarti akan selalu bisa disesuaikan ya Bu?

Ya bisa disesuaikan. Kita juga masih bisa kan ya berbagi dan beramal pada sesama, khususnya saat covid karena banyak sekali yang juga terdampak dari sisi ekonomi. Justru ditengah dampak ekonomi yang muncul, sebisa mungkin kita tidak lupa untuk beramal dan berbagi pada sesama.

Di masa pandemi ini, kerja sama, saling tolong menolong dan berbagi merupakan cara bagi kita untuk tetap bertahan. Ketika biasanya kita menjamu buka puasa di masjid, saat ini kita tetap bisa berbagi menu berbuka dengan cara yang lebih aman bagi kita semua. Sudah banyak dilakukan ya, seperti memberi tips, berdonasi, atau melakukan dan membuat sesuatu sebagai bentuk kepedulian kita bagi sesama. Syukurlah hal-hal baik seperti ini juga banyak dilakukan dan menular ke seluruh lapisan masyarakat.  

 

Q: Berarti memang bulan Ramadhan ini sangat spesial ya Bu?

Ya. Saya memaknakan waktu ini sebagai kesempatan. Kesempatan bagi kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh, sabar, dan tegar. Selama ini, kita mungkin terlupa menjadi manusia seutuhnya.

Banyak hal yang kita lupakan, kita abaikan, kita anggap tidak penting demi sesuatu hal lain yang kita kejar. Kita diminta untuk sadar, bahwa ternyata banyak sekali hal yang tidak dapat kita kendalikan, tidak sesuai dengan rencana dan harapan kita. Ini adalah waktu kita untuk menyadari, menerima, dan memperbaiki. Apalagi di bulan Ramadhan yang selalu menjadi bulan kita untuk melakukan “reset” dan menjadi manusia baru yang lebih baik.

 

Q: Ketika ada orang yang memaknai Pandemi Covid-19 sebagai hal yang buruk apakah hal itu salah bu?

Dengan adanya peristiwa seperti ini, adalah wajar bahwa kita memaknai pandemi ini sebagai sesuatu yang buruk. Tidak apa jika berpikir seperti ini. Bagaimana tidak, dengan adanya “virus” ini, kita tidak bisa melakukan aktivitas seperti apa yang sudah biasa kita lakukan. Dampaknya bukan hanya pada fisik kita, namun kepada semua aspek baik psikologis dan spiritual.

Banyak dari kita yang merasa bosan, cemas, frustrasi, kesepian, bahkan depresi. Tapi, tentunya kita tidak bisa hanya berhenti sampai disitu. Karena saya yakin, setelah kita menyadari dan menerima hal ini, dengan segala perasaan negatifnya, maka muncullah waktu untuk kita kembali yakin bahwa pandemi ini memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki banyak hal. Dan pandemi ini akan berakhir apabila kita bersatu dan menjunjung tinggi kemanusiaan.

 

Q: Bagaimana supaya memiliki mindset yang baik menyikapi kendala pandemi ini?

Ingatlah bahwa sesuatu yang ada di dunia ini memiliki sisi positif dan sisi negatifnya, apapun itu. Untuk itu kita perlu berpikiran netral, bahwa di setiap kejadian, selain ada dampak negatif, selalu ada dampak positif.

Ingatlah bahwa keadaan seperti ini adalah sebuah kesempatan untuk kita mengelola diri, berbenah mulai dari tingkat diri sampai pada tingkat negara dan dunia. Pergunakan kesempatan ini untuk stop sejenak, merefleksi dan memperbaiki hubungan kita pada Tuhan, diri sendiri, sesama, maupun alam semesta.

 

Q: Apa pesan-pesan Ibu untuk mereka yang merayakan Ramadhan?

Ramadhan merupakan masa dimana kita dapat melakukan refleksi pada diri kita dan juga kehidupan spiritual kita. Ramadhan mengajarkan kita untuk lebih dekat dengan Tuhan, pun dengan sesama.

Ramadhan mengajarkan kita untuk mampu mengelola diri, memberikan kesempatan pada kita untuk melakukan perenungan dan mengelola pikiran, keinginan, serta perilaku kita. Bulan dimana kita diingatkan dengan lebih banyak kegiatan dan praktek untuk berbagi dengan sesama.

Saya harap, walaupun di era pandemi ini, kita tetap dapat mengambil manfaat dan hikmah dari apa yang selama ini kita lakukan. Tetap jalani kehidupan sesuai himbauan. Berikan waktu bukan hanya untuk update informasi atau meningkatkan produktivitas, namun juga untuk rehat sejenak. Bukan hal yang tidak mungkin pada akhirnya kesempatan ini dapat membuat kita menjadi pribadi yang lebih tangguh, tegar dan taat. Amin.

Editor : Alim

Berita Terbaru