Kurikulum Kapabilitas untuk Pembangunan Berbasis Kewilayahan
Sentralisasi pendidikan yang memberikan pendidikan yang selalu sama untuk seluruh wilayah negeri merupakan upaya membentuk lulusan pendidikan yang sama pada semua anak.
Padahal permasalahan yang dihadapi oleh anak akan berbeda untuk masing-masing anak dengan kedudukan letak geografis tertentu dengan kekhususan karakter, potensi serta akar budaya berbeda. Yang lebih parah lagi sekolah selalu menggunakan kurikulum nasional dengan jabaran materi yang seragam untuk semua sekolah.
Dilema ini juga diperparah dengan terciptanya sentralisme pendidikan yang selalu berkiblat satu kurikulum dengan model tes yang sama. Permasalahan pendidikan seperti ini akan membentuk output pendidikan dengan pola pikir yang seragam tanpa ada pilhan jalan hidup yang lain.
Pandangan ini bertolak belakang dengan perspektif pendidikan humanistik-holistik oleh UNESCO sebagai upaya menghadapi perkembangan zaman di era globalisasi yang menghasilkan berbagai peluang namun juga menimbulkan berbagai tantangan bagi generasi mendatang.
Sejalan dengan perspektif humanistik-holistik tersebut perlu disusun kurikulum dengan wawasan baru yang memberi peluang lulusan untuk mandiri dan mampu mengantisipasi kesulitan tanpa meninggalkan jatidiri siswa. Untuk itu perlu diciptakannya kurikulum yang mampu mengeksplorasi potensi geografis terpendam, memperkuat potensi ekonomi, melesatarian akar budaya dengan mengembangkan potensi budaya lokal, serta memperkokoh jatidiri bangsa dengan melestarikan keberagaman budaya.
Kurikulum Kapabiitas menjadi solusi mengatasi keberagaman dan menawarkan deferensiasasi kurikulum sesauai dengan permasalahan yang dihadapi sekarang untuk menyongsong perspektif tantangan masa yang akan datang. Keberagaman masing-masing wilayah di Indonesia menghendaki deferensiasasi pendidikan sesuai dengan potensi lokal.
Pembangunan berbasis kewilayahan dengan kurikulum kapabilitas mendorong kemajuan wilayah dengan pendidikan sesuai dengan karakter daerah, agar potensi dan jatidiri bangsa dapat berkembang tanpa meninggalkan akar budayanya. Kesiapan sumber daya manusia untuk merintis kurikulum pendidikan di daerah pantai dengan kurikulum kemaritiman, pendidikan di daerah pertanian dengan kurikulum agraris, selain itu misalnya juga disiapkan kurikulum seni rupa di kantong-kantong industri batik, juga pada daerah tertentu dengan potensi geagrafis tambang mineral perlu diberlakukan kurikulum pengelolaan dan pemanfaatan mineral bumi.
Tentu masih banyak lagi karakter kewilayahan yang akan dijadikan warna dalam penyusunan kurikulum. Generasi penerus perlu ditumbuhkan sejak dini mengenai potensinya agar tercipa kecintaan terhadap bidang garapan dengan ladang yang beragam. Kurikulum kemaritiman pun juga masih memiliki banyak bidang, diantaranya perikanan tangkap, perikanan budidaya pantai dan budidaya rumput laut.
Kurikulum peternakan juga memiliki banyak ragam ternak, terrnak sapi, ternak kambing, ternak ayam dan sebagainya. Kurikulum pertanian juga banyak ragamnya, diantaranya pertanian padi, pertanian buah dengan berbagai jenis buah, pertanian bunga dengan berbagai macam bunga.
Sebagai contoh kota Batu dengan kekhususan wilayahnya dengan budidaya bunga, maka kurikulumnya dengan materi tentang pembudidayaan bunga. Dengan demikian kekhasan wilayah kota Batu akan terjaga kelestariannya dengan perkembangan produk andalan bunga yang semakin luas dan beragam.
Dalam penyusunan kurikulum mempertimbangkan keberadaan sekolah tersebut, sehingga karakter kewilayahan dapat mewarnai pengembangan kurikulum, selain perlu melibatkan beragam disiplin ilmu pendukung seperti disiplin ilmu teknologi informasi, sentuhan seni dan psikologi perkembangan yang bersatu padu untuk menopang tumbuh kembang anak didik. Mengokohkan akar budaya kepada anak didik mamacu perkembangan anak untuk menapaki jalan menjadi kematangan sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa yang utuh.
Dukungan potensi lokal seperti pertanian, perikanan, kesenian, hasil tambang mineral diarahkan untuk dapat dikenalkan dan ditumbuhkan kecintaannya terhadap anak agar mulai mengenali dirinya, mengenali potensi lingkungannya dan diharapkan dapat mengelolanya menjadi produk dan jasa untuk diangkat menjadi penanda wilayah atau unggulan. Outcome penerapan kurikulum kapabilitas ketika ahli kultur jaring bibit tanaman adalah anak petani.
Kecintaan terhadap bidang garapan ditanamkan sejak dini di sekolah membentuk kepribadian dan terbangun pemikiran tentang hasil pertanian yang canggih dengan hasil optimal. Selain itu ahli pupuk adalah anak petani, dengan demikian akan tercipta efisiensi, beaya pertanian menjadi lebih murah karena bibit dan pupuk dihasilkan sendiri oleh petani. Ahli panggung digital tentang seni tradisional jaranan, ludruk, kethoprak adalah anak seniman-semiman teater tersebut.
Dengan terbentuknya jiwa dan kepribadian yang ditanamkan sejak dini melalui pendidikan sekolah, maka akan kokoh jati diri anak sesuai dengan akar budayanya.. Juga karena serbuan teknologi digital maka seniman ludruk harus mampu mengemas panggung digital yang diupload di vlog dan mendatangkan banyak uang, jangan sampai terjadi yang mengemas panggung digital bukan pelaku seni ludruk.
Pengembangan kurikulum kapabilitas dapat diaplikasikan dengan menerapkan pembelajaran sebagai berikut:
a) Learnered Centered Design untuk taraf Taman Kanak-kanak, pendidikan pada Taman Kanak-kanak adalah bermain sambil belajar. Permainan sebagai materi belajar merupakan sarana anak untuk beraktifitas fisik dan mental menuju kematangan. Berbagai tema permainan yang diangkat sesuai dengan karakter wilayah.
Enam aspek perkembangan anak usia dini diarahkan untuk nilai agama dan moral; fisik dan motorik; kognitif; sosial emosional, bahasa serta seni diasah untuk dapat tumbuh dan berkembang menuju kematangan untuk siap menerima pendidikan dasar. Pada pendidikan Taman kanak-kanak tidak diajarkan untuk membaca dan menulis, namun disiapkan untuk menghadapi proses merangkai suku kata menjadi kata dalam membaca.
Hal ini dinamakan dengan persiapan membaca atau membaca permulaan. Bukan merangkai huruf namun mengenal huruf, bukan menulis namun menggambar huruf. Dalam hal menulis anak disiapkan untuk benar dalam memegang pensil agar dapat menggoreskan pensil dengan mudah dan optimal dengan tenaga yang efisien, dimulai dengan menyambungkan titik-titik menjadi bentuk huruf kemudian menggambar huruf serta mengenalinya.
Sedangkan merangkai huruf menjadi bunyi akan diajarkan pada sekolah dasar. Dalam hal menggambar obyek juga diawali dengan mewarnai, boleh mencoret-coret namun pegang pensilnya harus benar. Jika memagang pensilnya benar maka mewarnainya akan presisi sesuai dengan garis batas tiap elemen gambar.
Proses belajar melalui bermain pada anak Taman Kanak-kanak melatih menanamkan nilai moral, berfikir, berbahasa, bersosialiasasi, seiring tumbuhnya fisik dengan tulang yang terisi pospor dan kalsium untuk mendukung fisik motorik dengan gerak halus dan gerak kasar yang membantu penciptaan karya seni.
b) Subject Centered Design untuk taraf pendidikan dasar sebagai landasan untuk membekali dasar-dasar keilmuan. Subject centered design adalah kurikulum berbasis pada materi, dengan demikian siswa dibekali materi pengenalan, materi dasar dan materi lanjut dengan dasar keilmuan yang linier.
Landasan keilmuan ini diberikan kepada siswa Sekolah Dasar dan siswa Sekolah Menengah Pertama agar siswa pada tingkat perkembangan ini memperoleh bekal yang cukup memadai untuk tanggap terhadap situasi di lingkungannya. Kesadaran terhadap tanggung jawab kelestarian potensi daerahnya akan tumbuh seiring dengan pemberian bekal pemahamna pengetahuan yang dimiliki. Pemahaman pengetahuan ini juga sebagai landasan kuat untuk tumbuhnya kreatifitas terhadap bidang garapan.
Pada tataran belajar ini sifat-sifat spesifik bidang garapan dikuasai oleh siswa. Materi pembahasan sesuai potensi kewilayahan ini dapat diberikan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) atau mata pelajaran muatan lokal.
c) Problem Centered Design untuk jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi untuk menumbuhkan kreatifitas. Setelah bekal pemahaman diberikan pada pendidikan dasar (SD dan SMP), pada pendidikan menengah dan pendidikan tinggi diberikan persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan, penyelesaian masalah dengan problem ini sebagai aplikasi kreatifitas.
Berbagai persoalan yang akan dihadapi berkaitan dengan pengembangan potensi daerah akan diberikan kepada siswa untuk dipecahkan secara individu mapun secara tim. Penyelesaian dari problem yang diberikan akan tercipta inovasi-inovasi baru. Inovasi ini akan muncul varietas bibit unggul baru untuk produk pertanian, munculnya pupuk jenis baru dengan beaya murah, berkembangnya dengan pesat dunia pertanian, peternakan, perikanan dan lain-lain.
Problem centered design dapat diterapkan di SMA mata pelajaran muatan lokal atau di program studi tertentu di SMK atau perguruan tinggi. Penerapan kurikulum kapabilitas ini akan berkembang dengan pesat sekolah-sekolah dengan ciri khas yang menjadi unggulan yang bisa dipilih oleh calon siswa yang berkepentingan untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya.
Dengan ciri khas sebagai unggulan sekolah tersebut akan membuka peluang untuk bersekolah di tempat lain sesuai dengan kebutuhan wilayahnya, misalnya ingin membudayakan rumput laut, maka siswa dari di Maluku akan bersekolah di Pasuruan, ingin budidaya ikan air tawar maka siswa dari Sumatera Selatan bersekolah di Tulung Agung.
Begitu pula siswa dari Nusa Tenggara Timur jika ingin mengembangkan produk sepatu dari kulit maka bisa bersekolah di maagetan, dan sebagainya.
Penulis :
Chornia Putrantasa, M.Pd
Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya
Editor : Redaksi