INFOnews.id | Surabaya - Mengamati berita hingga Agustus tahun ini, menggelitik akal sehat penulis. Salah satu dari berita-berita tsb, adalah Afganistan dan Taliban.
Konflik Afganistan, Taliban saat ini banyak diketahui dari berbagai macam media dengan cepat. Padahal di awal konflik yang terjadi di penghujung tahun 90-an, kalangan tertentu saja yang mengetahui perkembangan saat itu. Mungkin termasuk penulis.
Ghaswul Fikri
Disinformasi tidak hanya terjadi belakangan ini saja. Tetapi sudah berlangsung sepanjang peradaban manusia. Tentu saja dengan tujuan tertentu.
Disaat perkembangan IT belum seperti sekarang, media elektronik (radio) cetak, termasuk buku menjadi sarana perang pemikiran antar golongan, negara, bahkan antar Haq dan Bathil.
Masing masing golongan memiliki militansi termasuk pendukung militan. Demikian pula yang terkait dengan konflik di Afganistan hingga munculnya Kelompok Taliban (santri) di Afganistan.
Narasi peperangan di negeri para Mullah itupun menjadi lahan Ghaswul Fikri. Berbagai stigma negatif melekat mulai dari sebab perang hingga jatidiri kelompok yang bertikai dan Taliban pun di label teroris, radikal, intoleran.
Padahal Theodore Herll, Bapak Zionis Modern sudah mengumumkan melalui Dokumen Protokol Zionis yang terdiri dari 24 Pasal, menyatakan bahwa Zionis telah menguasai Media besar di seluruh dunia.
Pernyataan itu di umumkan di tahun 1897 di Bassel, Swiss. Artinya, perang di Afganistan sejak Kaum Mullah melawan Inggris, Uni Sovyet hingga Amerika Serikat dan sekutunya, tentu juga tak lepas dari Perang Pemikiran untuk merebut, menguasai pendapat, dukungan masyarakat dunia.
Jadi jangan heran jika ada pandangan miring terkait, khususnya Taliban yang berjuang memerdekakan negara dari kaum penjajah Inggris, Uni Sovyet maupun AS dan di tuduh teroris.
Stigma lain yang lekat bagi Afganistan selain hal di atas adalah negara terbesar produsen Opium atau Narkotika. Padahal operator, produsen barang yang diharamkan Agama Islam itu adalah para imperialis itu sendiri.
Tentu saja selain niat para agresor itu menguasai tambang-tambang yang dimiliki Bangsa Afganistan. Satu lagi yang penulis harap dari pembaca (yang sudi membaca) menjadikan telaah dengan kecerdasan dan logika sehat. Yaitu, tiadanya kopat kopit (Covid) fuckzin, masker, PPKM, Prokes di saat dunia, khususnya Indonesia yang paranoid lantaran hal tersebut.
Apakah kopat kopit takut dengan desingan peluru, meriam, mesiu AS dan sekutunya atau bahkan takut teriakan Takbir Taliban? Video-video yang kita saksikan, baik di Afganistan, saat Talibanis melakukan kunjungan, dialog dimanapun termasuk Indonesia menjadi bukti bahwa kopat kopit tak terlintas bagi mereka.
Akhirnya, kecerdasan kita layak ter apresiasi terhadap apa yang berlangsung di Afganistan sejak kurun waktu lalu, kini dan akan datang.
Semoga kewarasan akal kita tidak tergerus oleh banjirnya informasi dari berbagai sumber, yang pada faktanya merupakan perang pikiran, cuci otak untuk sebuah hegomoni total segelintir umat manusia. (*)
Editor : Redaksi