Sebanyak 34 pasal mengatur produk tembakau dari peredaran, pemasaran, distribusi, hingga konsumsi

JAKARTA, iNFONews.ID – Hari ini, Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menyelenggarakan diskusi publik untuk untuk mengurai permasalahan penerapan PeraturanP emerintah Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Kesehatan bagian pengamanan zat adiktif dari perspektif ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Seperti namanya, PP Kesehatan hendak mengatur perlindungan kesehatan publik. Sebanyak 34 pasal mengatur produk tembakau dari peredaran, pemasaran, distribusi, hingga konsumsinya. Soal pengamanan zat adiktif agaknya menjadi salah satu keributan yang paling kontroversial karena menyangkut industri dan perlindungan kesehatan, sehingga terutama selalu dibenturkan antara

kepentingan ekonomi dan kesehatan.

Tarik-menarik kepentingan antara industri rokok dan pengendalian tembakau membuat pembahasan PP Kesehatan ini alot, sehingga memerlukan waktu hampir 12 bulan. Peraturan tersebut dirancang menjadi lebih kuat dalam mengatur produk tembakau, serta mengatur
rokok elektronik seperti rokok konvensional. Ukuran peringatan kesehatan bergambar juga
naik dari 40 persen menjadi 50 persen.

Lalu larangan menjual rokok kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun, yang sebelumnya 18 tahun.
Pengaturan terhadap rokok yang makin kuat dan komprehensif ini patut diapresiasi, mengingat prevalensi perokok di Indonesia masih yang tertinggi di dunia. Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021, sebanyak 35,5 persen penduduk Indonesia adalah perokok.

Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia 2023 oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah pelajar 10-18 tahun. Fakta yang lebih mencemaskan, belanja rokok masyarakat memperburuk taraf sosial-ekonomi keluarga Indonesia, khususnya keluarga miskin. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, belanja rokok masih menjadi pengeluaran tertinggi rumah
tangga miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras. Dilihat dari total CISDI melakukan studi yang kurang lebih sama dengan yang dilakukan INDEF, orang nggak beli rokok jelas industri rokok turun, tetapi seperti yang disampaikan sebelumnya benar bahwa pengalihan konsumsi dari rokok ke produk lain, misal beli baju, beli produk yang lain itu masih nett positive. Kita punya beberapa pemodelan bahkan sampai 45% kenaikan cukai, itu masih nett positive. 

"Dengan demikian, dari diskusi publik ini para narasumber sepakat bahwa argumentasi-argumentasi yang menyatakan pengendalian tembakau akan membuat “boncos” negara adalah sebuah kekeliruan dan kesalahpahaman. Sebaliknya, berbagai negara yang telah memberlakukan pengendalian konsumsi produk zat adiktif ini secara komprehensif justru bisa mendapat “cuan” dengan perbaikan produktivitas penduduknya. (inf/rls/red)

Tentang Komnas Pengendalian Tembakau: Merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah konsumsi produk tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 23 organisasi yang terdiri dari organisasi profesi kesehatan, organisasi masyarakat, dan kelompok yang peduli akan dampak buruk dan bahaya produk tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda dan keluarga miskin. Info: www.komnaspt.or.id

 

Editor : Tudji Martudji

Berita Terbaru