Capture CCTV yang menunjukkan Heru Herlambang Alie menendang Agustinus Eko Pudji Prabowo. INPhoto/Pool

SURABAYA, iNFONews.ID - Kasus perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan penghuni One Icon Residance Heru Herlambang Alie hingga membuatnya dijebloskan ke Rutan Medaeng, ternyata tak hanya menimpa Agustinus Eko Pudji Prabowo saja.

Buktinya, beberapa pihak manajamen One Icon Residance pernah menjadi korbannya meski hanya secara verbal. Bukan seperti Agustinus Eko Pudji Prabowo yang sampai ditendang di lobi.

Seperti yang dikatakan salah satu pihak, Selasa (28/5). Ia sempat disemprot dengan kata-kata kasar oleh Heru karena dianggap tak bisa menyiapkan tempat gym ketika Covid-19.

Pihak manajemen tersebut sempat menjelaskan bahwa ada pembatasan orang sehingga harus reservasi dan dijadwalkan.

“Waktu itu ada miskomunikasi antara tim dengan beliau (Heru Herlambang Alie, red). Dan kami sudah minta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Waktu itu beliau tanpa basa basi langsung berkata kasar. Menurut saya cukup kasar saat menjalankan tugas waktu itu,” ujarnya.

Tambah narasumber, bahwa perkataan kasar yang diarahkan kepada dirinya waktu itu cukup mengintimidasi terutama bagi manajemen dan tim yang berinteraksi.

“Padahal waktu itu kami sudah minta maaf tetapi tak dihiraukan. Itu yang hingga saat ini masih melekat di ingatan saya,” tegasnya.

Hal sama juga dirasakan manajemen yang lain. Dikatakannya, waktu itu Heru ada tamu. Menurut prosedur yang ada harus parkir di P12. Waktu itu, tamunya sudah ada di gate dan ketika dikonfirmasi ternyata Heru tak bersedia jika tamunya parkir di P12.

“Tak lama Pak Heru turun ke lobi dan mengatakan bahwa apakah kamu tak melihat di lobi dan bisa parkir 30 menit. Tapi karena area parkir full maka kami arahkan ke P12,” ujarnya.

Mendengar penjelasan dari pihak manajemen, bukannya berterima kasih, Heru malah membantah dengan kata-kata kasar dan mengatakan akan memecatnya.

“Saya pecat kamu. Waktu itu saya pasrah,” jelasnya.

Selain itu, terkait brosur laundry atas nama pemilik Heru yang sudah ada sejak 2019. Tetapi brosur tersebut tanpa izin resmi dari manajemen dan diletakkan di lobi.

“Kami menerima brosur-brosur tersebut jika menolak nanti beliau marah dan kata-kata yang mungkin kasar dan intimidasi,” jelasnya.

Perlakuan kasar juga pernah dialaminya ketika Covid-19. Di mana waktu itu setiap meja diberikan pembatas mika. Waktu itu Mika digebrak ke arah wajah.

Bahkan, Heru juga memaksa pihak manajemen untuk menunjukkan data base dari penghuni terutama WNA. Waktu itu ia meminta data lengkap, jika tak dituruti maka akan dilaporkan ke polisi karena melindungi WNA yang tak memiliki izin tinggal di Indonesia.

“Saya minta data lengkap. Benar ya kalau tidak lengkap saya laporkan ke polisi karena dianggap melindungi WNA, izin tinggal di Indonesia. Dan dalam waktu dua minggu dan kami terdesak akhirnya menunjukkan salah satu penghuni WNA,” jelasnya.

Disinggung soal laporan mobil Heru yang penyok di parkiran, pihak manajemen menegaskan bahwa dirinya tak pernah ada permintaan CCTV.

“Dan statemen itu yang saya tahu hanya satu pihak dari Pak Heru dan mobil diberet sekuriti One Icon, dan kami tak ada kejadian tersebut. Kami mencari tahu informssi dari Pak Heru, dan tak ada bukti dan indikasi mengarah ke sekuriti,” tegasnya.

Lain halnya dengan salah satu manajemen pria ini. ia sempat dikatakan banci dan tak becus. Persoalannya hanya manajemen tak bisa menunjukkan broadcast ke penghuni melalui HP operasional.

“Saya tak menyerahkan karena belum ada arahan dari pimpinan. Waktu itu saya dikatakan kerja tak becus dan banci serta suka sesama jenis,” ujarnya.

Ini yang membuat dirinya kepikiran hingga ketika pulang kerja mengalami kecelakaan.

“Saya sampai kecelakaan terus memikirkan kata-kata tersebut,” pungkasnya.

Sementara itu, Hans Edward Hehakaya, kuasa hukum Heru Herlambang Alie membantah bahwa kliennya arogan selama tinggal di apartemen tersebut.

“Salah tidak benar itu pencemaran nama baik,” tegasnya saat dikonfirmasi, kemarin.

Hans menambahkan, sebagai penghuni dan pemilik seharusnya berhak mendapatkan hidup nyaman tetapi ketika kliennya menanyakan CCTV ketika mobilnya penyok tetapi oleh pihak manajemen tak dijawab.

“Itulah kemudian tak dijawab pelapor. Merasa dibeginikan, bukan arogan atau menguasai. Dia selama ini tinggal sendirian,” ujarnya.

Disingguung soal laundry, Hans kembali membantahnya mengingat ini adalah perkantoran dan hunian.

“Omong kosong, itu bohong,” ujarnya.

Soal menendang juga dipertanyakan Hans, dan ini akan dibuktikan di pengadilan.

“Sesuai BAP, mempertanyakan CCTV kenapa mobil peyok. Menendang juga tak ada, bisa dibuktikan,” jelasnya.

Logikanya, jika itu memang ada tendangan harusnya ada visum dan bukan pasal 335 KUHP.

“Kalau logika harus ada visum,” pungkas Hans.

Editor : Alim Kusuma

Berita Terbaru