INFOnews.id | Surabaya - Setiap tahun triliunan rupiah, uang APBD Jawa Timur digunakan untuk belanja kesehatan. Tercatat hingga 40% lebih dialokasikan untuk RSUD Dr Soetomo. Di Tahun Anggaran (TA) 2017, belanja Alat-alat Kesehatan (Alkes) dan Alat-alat Kedokteran (Aldok) diduga menjadi ajang 'permainan' sejumlah oknum yang berakibat terjadinya kerugikan keuangan daerah.
Terkait itu, Komunitas Anti Korupsi dan Manipulasi Anggaran (KAKMA) mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, dengan menunjukkan bukti-bukti dugaan penyimpangan, serta dokumen penting lainnya.
"Tujuan KAKMA kesini (Kejati Jatim), melaporkan dugaan korupsi pengadaan Alkes dan Aldok pada RSUD Dr. Soetomo dan RSUD Karya Husada Batu. Karena, kami menduga pada dua rumah sakit daerah tersebut ada korupsi hingga ratusan miliar," kata Ketua KAKMA Saefudin, usai melapor ke Kejati Jatim, Kamis (8/10/2020).
Dijelaskan, bahwa pada RSUD Dr.Soetomo yang saat itu tercatat ada 616 paket pengadaan dengan beragam cara. Mulai penunjukan langsung, e-purchasing, lelang dan pemililihan langsung. Selain itu tercatat ada senilai Rp400 miliar lebih dipakai untuk pembelian Alkes dan Aldok.
"Hampir 85 persen pengadaan alat-alat tersebut dilakukan dengan cara e-purchasing/e katalog," urainya.
Lebih jauh Saefudin menyebut, bahwa ditahun 2017 hampir tidak ada satupun penyedia jasa yang tercatat dalam situs e catalog LKPP yang menyedia barang Alkes dan Alat Kedokteran untuk wilayah Kota Surabaya. Kalaupun ada hanya untuk obat-obatan saja.
"Lantas kalau pakai e-purchasing, belinya kepada siapa?," ucapnya dengan nada tanya.
Dan, KAKMA menduga hal itu karena adanya campur tangan mafia pengadaan barang. "Semua penyedia Alkes dan Aldok tahu siapa sosok 'pemain' itu, kami beri inisial 'D'. Dan, menurut kami dalam menjalankan aksinya itu masih menggunakan cara-cara kuno seperti misalnya 'mencatut' nama-nama sejumlah aparat penegak hukum," urai lelaki yang berpenampilan rapi itu.
Disebutkan, dengan sistem e-purchasing maka keputusan untuk membeli atau belanja ada pada PPK, dan 'Drg D' mempengaruhi PPK secara langsung maupun tidak langsung agar melakukan pembelian terhadap perusahaan yang telah disiapkan.
Akibatnya, tujuan e-catalog untuk pengadaan yang efisien dan transparan tidak terbukti sebab perusahaan yang menjadi penyedia tidak bisa dilacak keberadaannya. Serta public tidak bisa mengakses Berita Acara Hasil Pengadaan (BAHP).
KAKMA menduga pengadaan barang dan jasa di RSUD Dr Soetomo yang menggunakan e-purchasing hanya tipu-tipu, sehingga menimbulkan merugikan keuangan daerah.
Selain itu, KAKMA juga melaporkan pengadaan alat-alat kedokteran dan kesehatan itu pada RSUD Karya Husada Batu. Tercatat pengadaan tersebut nilai kontraknya mencapai Rp.39.891.998.500, dengan pemenang PT Ladang Karya Husada.
"Adapun belanja Aldoknya berupa Modular Operating Room Integrated System (Moris)," tambahnya.
Berdasarkan spesifikasinya bahwa Moris terdiri dari Ruang Operasi, Scrub Fasilities Room dan Clean Corridor Room, masing masing jumlahnya satu (1) set.
Untuk tahun 2017 memiliki luas 57,7 meter persegi dengan rincian, untuk Ruang Operasi 48,05 meterpersegi, Scrub Fasilities Roos 3,15 meterpersegi dan Clean Corridor Room 6,50 meterpersegi. Dari jenis luas ruang operasi maka dapat dikategorikan sebagai ruang operasi umum karena memiliki luas ruang operasi antara 42 hingga 50 meterpersegi. KAKMA menduga untuk pengadaan di RSUD Karya Husada, terdapat kerugian negara sebesar Rp. 16.764.087.300.
"Semua perhitungan kerugian negara sudah kami serahkan ke Kejati Jatim, harapannya bisa segera ditindaklanjuti," harap Saefudin.
Dalam laporan ini, KAKMA meminta kepada Kejati untuk memeriksa PPK pada paket yang menggunakan e-purchasing di RSUD Dr.Soetomo. Juga harus dimintai keterangan, semua penyedia jasa yang tercatat menang di RSUD Dr. Soetemo di TA 2017 dan memeriksa PPK untuk paket belanja modal alat kedokteran RSUD Karya Husada Batu.
Selain itu, juga diminta agar mengambil alih kasus belanja modal alat kedokteran di RSUD Karya Husada Batu pada TA 2018, yang ditangani kepolisian. (*)
Editor : Redaksi