L’Oréal - UNESCO FWIS Bangkitkan Semangat Perempuan
Surabaya - Untuk lebih meningkatkan dan membangkitkan semangat dari para perempuan peneliti dalam berinovasi, L’Oréal Indonesia bekerja sama dengan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNUI) dan Kementerian Pendididan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar program L’Oréal - UNESCO For Women in Science (FWIS).
Program ini disosialisasikan melalui roadshow ke kampus-kampus di Indonesia, salah satunya di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Senin (29/4).
Program yang disosialisasikan melalui gelaran talkshow di Auditorium Gedung Research Center ITS ini berupa Fellowship Nasional atau pemberian beasiswa penelitian bagi empat orang perempuan peneliti muda berbakat. Yakni penelitian di bidang earth sciences life sciences, material sciences, engineering chemistry, dan physics.
Berdasarkan data dari L’Oréal yang diungkapkan oleh Dr rer nat Ir Neni Sintawardani, peneliti di Loka Peneliti Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dari seluruh peneliti yang ada di dunia, hanya 28 persen yang merupakan peneliti berjenis kelamin perempuan.
Sedangkan di Indonesia, jumlah perempuan peneliti hanya di kisaran 31 persen. “Ini merupakan angka yang sangat kecil, padahal perempuan secara naluriah memiliki kepekaan yang lebih tinggi pada permasalahan yang ada di sekitar,” tutur Neni prihatin.
Perempuan peneliti yang dicari untuk mendapatkan penghargaan ini adalah mereka yang mendedikasikan karir untuk mengembangkan inovasi ilmiah, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, dan kemajuan masyarakat.
FWIS mempunyai misi untuk mengakui, menyemangati, dan mendukung wanita di bidang sains, sehingga semangat perempuan di bidang sains meningkat. Sampai saat ini, sudah ada 53 orang ilmuwan perempuan muda Indonesia yang telah menerima fellowship L’Oréal - UNESCO FWIS tersebut.
Fellowship berupa dana sebesar Rp 95 juta ini diberikan guna membantu melanjutkan penelitian mereka lebih lanjut. Dari 53 orang tersebut, lima orang di antaranya telah menerima penghargaan di tingkat internasional, salah satunya adalah Sri Fatmawati MSc PhD yang juga merupakan dosen Departemen Kimia ITS.
Neni yang juga menjadi juri dalam L’Oréal-UNESCO FWIS ini menyampaikan kriteria apa saja yang diminta juri dalam ajang bergengsi tersebut. “Penelitian yang kami cari harus memiliki nilai berupa orisinalitas, dampak riset pada Indonesia, permasalahan yang krusial, dan metodologi yang tepat,” papar Neni.
Selain itu, lanjutnya, teknik presentasi dan kepenulisan, serta track record dan publikasi dari peneliti juga menjadi pertimbangan penilaian. Dalam talkshow ini, hadir juga Sri Fatmawati yang merupakan penerima fellowship L’Oréal-UNESCO FWIS tahun 2013.
Perempuan yang kerap disapa Fatma ini menceritakan perjalanannya hingga bisa mendapatkan fellowship L’Oréal-UNESCO FWIS tersebut, dan juga memberikan tips yang harus diperhatikan dalam penyusunan proposal ajang ini.
Perempuan yang juga ditunjuk sebagai Presiden dari Organization for Women in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia National Chapter ini menyampaikan bahwa dalam penelitian ini sangat penting sekali adanya studi literatur sebagai pendukung. “Perlu literasi data, teknologi, dan juga manusia,” tutur Fatma.
Di akhir sesi, penyuka warna ungu ini menyampaikan harapannya agar para perempuan peneliti tidak pesimis dan bisa manfaatkan ajang ini sebagai wadah pengembangan diri.
“Jangan sampai penelitian kita hanya berhenti sampai publikasi saja, namun juga harus sampai ke tahap kebermanfaatan bagi orang lain,” pungkasnya mengingatkan. (HUMAS ITS)
Editor : Redaksi